SOLO, iNews.id – Sejumlah mitos larangan pernikahan adat Jawa sampai kini masih dipercayai kalangan masyarakat. Mitos telah ada sejak zaman leluhur dan berlangsung turun temurun.
Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam suku, sehingga kebudayaan yang dimiliki juga bermacam-macam. Salah satunya dari suku Jawa yang memiliki adat istiadat serta kepercayaan yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakatnya.
Salah satunya adalah seputar pernikahan, dan mitos-mitos mengenai pantangan yang tidak boleh dilanggar. Berikut mitos larangan pernikahan adat Jawa:
1. Pernikahan siji jejer telu (pernikahan satu berjajar tiga)
Pernikahan siji jejer telu maksudnya adalah kedua calon mempelai sama-sama anak nomor satu, serta salah satu orang tuanya juga anak nomor satu di keluarganya. Jika pernikahan tetap dilangsungkan, ada yang meyakini akan membuat pernikahan tidak bahagia. Bahkan ada yang menganggap jika larangan nekat diterjang, akan mendatangkan musibah dan malapetaka.
2. Posisi rumah calon pengantin tidak boleh berhadapan
Mitos larangan pernikahan adat Jawa, di beberapa daerah terutama di Jawa Timur, posisi rumah calon mempelai yang saling berhadapan disarankan untuk menikah. Sebab dikhawatirkan akan datang berbagai masalah dalam kehidupan rumah tangga yang dijalani.
Namun jika tetap bersikukuh menikah, solusi yang bisa ditempuh adalah salah satu rumah calon mempelai direnovasi, sehingga posisinya tidak lagi berhadapan. Solusi lainnya, salah satu calon mempelai dipindah dari keluarga dan diangkat kerabat lainnya. Dengan demikian, posisi rumah tidak berhadapan dengan calon mempelai lainnya.
Mitos lainnya yang mirip adalah menikahi tetangga samping rumah atau berseberangan. Jika rumah calon pasangan hanya berjarak 5 langkah atau berseberangan, mitosnya jika tetap menikah akan mengalami kekurangan dan tidak harmonis.
3. Rumah calon pasangan dekat dengan rumah ipar
Mitos larangan pernikahan adat Jawa berikutnya adalah larangan menikah jika rumah calon pasangan dekat dengan rumah ipar. Jika nekat dilanggar, konon katanya, salah satu orang tuanya akan meninggal.
4. Weton jodoh
Mitos larangan pernikahan adat Jawa, sebelum digelar pernikahan biasanya dilakukan perhitungan weton jodoh atau kecocokan pasangan. Ada beberapa weton yang dianggap tidak bisa cocok atau berjodoh. Weton merupakan hitungan tanggal lahir atau rumus untuk memperkirakan sesuatu dalam kepercayaan adat Jawa.
Dalam adat istiadat Jawa, perhitungan weton jadi salah satu cara untuk menentukan kecocokan pasangan. Perhitungan weton bisa dilihat dari hari, tahun, dan tanggal lahir masing-masing orang. Jika cocok, maka menandakan bahwa rumah tangga ke depannya akan diberi kelancaran, kemudahan, harmonis.
Namun ada juga hasil yang tidak baik dan menjadi tanda bahwa weton tidak cocok. Menurut kepercayaan adat Jawa, jika weton pasangan tidak cocok, maka pernikahan akan dilanda masalah dan tidak akur.
Jika tidak cocok, beberapa masyarakat Jawa percaya jika pernikahan sebaiknya tidak dilangsungkan atau dibatalkan. Selain pernikahan, perhitungan weton di kalangan masyarakat Jawa sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.
5. Menikah di bulan Sura
Mitos larangan pernikahan adat Jawa, menikah di bulan Sura atau Muharram harus dihindari. Sura dipercaya sebagai bulan keramat, sehingga jangan sampai menggelar pernikahan di periode ini. Sebagian besar masyarakat Jawa masih menyakini mitos ini. Sebab dipercaya akan mendatangkan malapetaka atau musibah bagi pasangan yang menggelar pernikahan, serta kedua keluarga besarnya. Karena masih diyakini sebagian besar masyarakat, pada bulan Sura menjadi moment sepi adanya hajatan.
6. Anak pertama menikah dengan anak ketiga
Mitos larangan pernikahan adat Jawa, anak pertama tidak disarankan menikah dengan anak ketiga. Larangan pernikahan antara anak pertama dan ketiga atau disebut jilu (siji karo telu) atau dalam bahasa Indonesia adalah satu sama tiga.
Konon jika anak pertama dan ketiga menikah, rumah tangganya sulit akur dan sering diterpa masalah. Hal ini terjadi karena perbedaan karakter yang biasanya cukup jauh antara anak pertama dan anak ketiga, bisa membuat pernikahan sulit langgeng.
7. Anak terakhir menikah dengan anak terakhir
Mitos larangan pernikahan adat Jawa, anak terakhir menikah dengan anak terakhir tidak disarankan di antaranya karena anak bungsu paling dimanja. Anak terakhir paling banyak diperhatikan karena paling kecil dibanding kakak-kakaknya.
Hal ini membuat karakter sang anak terakhir cenderung lebih manja. Jadi jika anak terakhir menikah dengan anak terakhir, diyakini akan sering ego sendiri dan kekanak-kanakan. Bahkan dimungkinkan saling mengadu ke orang tuanya jika ada masalah.
Demikian 7 mitos larangan pernikahan adat Jawa, percaya atau tidak percaya dikembalikan kepada pribadi masing-masing individu.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait