JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan tidak ada gelombang panas melanda Indonesia. BMKG membantah beredarnya pesan berantai di berbagai platform media sosial dan WhatsApp bahwa Indonesia dilanda gelombang panas.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko menuturkan, dalam pesan itu disampaikan cuaca sangat panas, suhu pada siang hari bisa mencapai 40 derajat celcius, dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin. Menurutnya, cuaca panas tak dapat dikatakan sebagai gelombang panas.
"Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar (Hoaks), karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas," kata Urip melalui keterangan tertulis dikutip, Minggu (17/10/2021).
Gelombang panas, kata da, terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi. Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas.
Dia menjelaskan, gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih disertai oleh kelembapan udara yang tinggi. Hal ini sesuai dengan batasan dari Badan Meteorologi Dunia atau WMO.
Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik. Urip menyontohkan, 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, dan setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas," jelasnya.
Dia menjelaskan, gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari.
Dalam sistem tekanan tinggi itu, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
"Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya Gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," ujarnya.
Urip mengatakan, berdasarkan pantauan BMKG terhadap suhu maksimum di wilayah Indonesia, memang suhu tertinggi siang hari mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Tercatat suhu > 36 detajat celcius terjadi di Medan, Deli Serdang, Jatiwangi dan Semarang pada catatan meteorologis tanggal 14 Oktober 2021.
Menurut dia, suhu tertinggi pada hari itu tercatat di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I, Medan yaitu 37,0 derajat celcius.
"Namun catatan suhu ini bukan merupakan penyimpangan besar dari rata-rata iklim suhu maksimum pada wilayah ini, masih berada dalam rentang variabilitasnya di Bulan Oktober," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, setidaknya suhu maksimum yang meningkat dalam beberapa hari ini dapat disebabkan oleh beberapa hal: Pada bulan Oktober, kedudukan semu gerak matahari adalah tepat di atas Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dalam perjalannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator.
Posisi semu Matahari di atas Pulau Jawa akan terjadi dua kali yaitu di bulan September/Oktober dan Februari/Maret, sehingga puncak suhu maksimum terasa di wilayah Jawa hingga NTT terjadi di seputar bulan-bulan tersebut.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait