SEMARANG, iNews.id –Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah (Jateng), menemukan kasus baru. Sejumlah remaja di provinsi itu terindikasi perilaku menyimpang karena gemar merebus pembalut untuk mengonsumsi airnya. Mereka mengaku merasakan efek mirip sensasi setelah mengonsumsi narkotika jenis sabu.
Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jateng, AKBP Suprinarto mengatakan, sudah menemukan kasus tersebut di beberapa daerah. Kebanyakan mereka anak-anak muda yang mendiami wilayah pinggiran kota, seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Rembang, dan Kota Semarang bagian timur.
Anak-anak yang mulai kencanduan mengonsumsi air rebusan pembalut tersebut, masih berusia 13-16 tahun. Keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama bagi anak-anak tersebut. Mereka tak mampu membeli sabu yang harganya mencapai jutaan rupiah per gram.
“Narkotika ini pada kelompok tertentu mungkin mahal sehingga pada kelompok masyarakat tertentu, bagi anak-anak ini yang masih mencoba terutama anak jalanan, juga pingin seperti itu (mengonsumsi sabu),” kata Suprinarto, Selasa (6/11/2018).
Menurutnya, semula anak-anak jalanan tersebut meggunakan pembalut bekas pakai yang ditemukan di tempat sampah. Namun, belakangan mereka mulai beralih ke pembalut baru dengan pertimbangan lebih higienis.
“Dulu mereka kerap mengorek-orek tempat sampah untuk mencari pembalut bekas di tempat-tempat sampah lalu direbus. Tapi kini sudah menggunakan pembalut baru. Pembalut itu kan ada gelnya yang berfungsi menyerap air (darah haid), itu yang bikin fly. Tapi untuk kandungannya apa di dalam gel itu, saya kurang tahu pasti,” paparnya.
Sementara psikolog, Indra Dwi Purnomo, menyampaikan, fenomena merebus pembalut ini sudah cukup lama ditemukan di daerah Karawang dan Yogyakarta. Rata-rata pelakunya ingin mengejar kesenangan namun tak memiliki materi berlebih.
“Mereka ini mayoritas anak jalanan atau dari keluarga kurang mampu. Karena keterbatasan modal inilah anak-anak muda ini suka bereksperimen. Mulai dari yang legal-legal dulu dari Komix, akhirnya bahkan minum rebusan softex (pembalut)," terangnya.
Dosen Fakultas Psikologi Universtias Katholik (Unika) Soegijapranata Semarang itu mengatakan, sering bekerja sama dengan BNNP Jateng untuk menindaklanjuti laporan masyarakat untuk menangani anak-anak yang kecanduan pembalut rebus. Efek yang ditimbulkan, pelaku akan kehilangan konsentrasi hingga kesadaran.
“Kami menemukan, anak-anak ini mengonsumsi secara berkelompok, tidak sendiri, seperti dibilang asyiknya ramai-ramai. Makanya kalau kami periksa satu anak, maka dalam satu kelompok itu hasilnya juga sama (kecanduan pembalut rebus),” katanya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait