JAKARTA, iNews.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan banjir Semarang 2025 bukan hanya genangan sementara, melainkan gambaran nyata kompleksitas sistem tata air yang membutuhkan penanganan lintas sektor. Penanganan terpadu dilakukan lewat pompanisasi, operasi modifikasi cuaca dan pembentukan Satgas khusus.
Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Mayjen TNI Budi Irawan mengatakan, hujan deras memang menjadi pemicu utama, namun ada banyak faktor lain yang memperparah banjir. Di antaranya penurunan muka tanah, keterbatasan saluran pembuangan serta pembangunan infrastruktur di kawasan pesisir yang menghambat aliran air.
Banjir kali ini bahkan telah berlangsung lebih dari dua pekan, dengan beberapa wilayah masih tergenang hingga awal November 2025.
Dalam kunjungan ke sejumlah titik kritis, Budi memastikan sistem pompanisasi banjir Semarang bekerja dengan baik. Lokasi pertama yang ditinjau adalah Rumah Pompa Tenggang di Kelurahan Terboyo Kulon, tempat seluruh pompa beroperasi penuh untuk mengalirkan air ke Kolam Retensi Terboyo.
“Alhamdulillah. Hari ini sudah terealisasi. Seluruh pompa sudah hidup,” ujar Budi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/11/2025).
BNPB juga menurunkan sejumlah pompa portabel tambahan untuk mempercepat penurunan genangan, terutama di kawasan permukiman yang airnya sulit surut.
Peninjauan berlanjut ke pintu pembuangan air Kolam Retensi Terboyo, yang berada di kawasan proyek pembangunan Tol Laut. Area ini juga difungsikan sebagai tanggul penahan rob agar air laut tidak melimpas ke daratan.
Namun, hasil observasi menunjukkan aliran air dari kolam belum optimal. Dua pintu pembuangan yang juga berfungsi sebagai jembatan sementara kendaraan proyek diduga menghambat proses pembuangan air ke laut.
Untuk memastikan kondisi lapangan, Budi meninjau langsung menggunakan perahu karet dan menemukan beberapa hambatan teknis yang membutuhkan penanganan cepat antarinstansi.
BNPB kemudian berkoordinasi dengan BPBD Jawa Tengah, BBPJN, BBWS, Kodam IV/Diponegoro, serta pihak pengembang proyek untuk mengambil langkah korektif di lapangan.
Beberapa keputusan penting langsung dilaksanakan, termasuk pembongkaran sebagian struktur penghambat, pembuatan sodetan baru, dan penerapan inovasi teknis agar sistem tata air bekerja lebih efektif.
“Pompa-pompa juga akan kita tempatkan di ujung, yang menjadi sumber masalah. Kalau sudah kita tempatkan, semoga dapat lebih mengurangi genangan air,” kata Budi.
Sebagai penguatan di lapangan, BNPB membentuk Satgas Pompanisasi yang bertugas memastikan seluruh pompa bekerja maksimal 24 jam penuh. Satgas ini juga memiliki jaringan komunikasi khusus untuk menangani gangguan secara cepat.
“Alhamdulillah. Satgas pompanisasi sudah terbentuk dan mulai bekerja. Sudah ada juga grup jaringan komunikasi, sehingga jika ada trouble akan segera ditangani,” ujar Budi.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan tidak ada hambatan dalam proses penyaluran air ke laut di tengah tingginya curah hujan di Semarang dan sekitarnya.
Selain memperkuat sistem darat, BNPB juga melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) guna mengendalikan potensi hujan.
“Selain pompanisasi, kita juga melaksanakan operasi modifikasi cuaca. Dari satu pesawat sudah kita tambahkan jadi dua. Satu ada di Ahmad Yani dan satunya lagi ada di Adi Soemarmo, Solo,” ucapnya.
Operasi ini memanfaatkan penyemaian bahan Natrium Klorida (NaCl) dan Kalsium Oksida (CaO) ke awan potensial hujan di wilayah utara dan selatan Jawa agar hujan tidak langsung turun di kawasan rawan banjir.
BNPB menegaskan bahwa penanganan banjir di Kota Semarang menuntut kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, TNI, akademisi, hingga pengembang proyek infrastruktur. Fokus utama diarahkan bukan pada pencarian kesalahan, melainkan memperkuat sistem pengelolaan air agar lebih adaptif terhadap perubahan iklim dan dinamika perkotaan.
Koordinasi lintas sektor di bawah satu komando terus diperkuat untuk memastikan keselamatan warga serta keberlanjutan kehidupan sosial ekonomi di wilayah terdampak.
Melalui langkah terpadu ini, pemerintah berharap banjir Semarang 2025 menjadi momentum evaluasi total tata kelola air perkotaan, bukan sekadar respons darurat terhadap bencana tahunan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait