SEMARANG, iNews.id – Pemkot Semarang tetap menggelar tradisi Dugderan yang menjadi penanda awal masuknya Bulan Suci Ramadan. Namun, tradisi tahunan itu akan dilaksanakan dengan konsep yang lebih sederhana di tengah pandemi corona (Covid-19).
"Dugderan harus tetap ada sebagai penanda awal Ramadhan, namun konsep acara akan berubah," kata Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Rabu (15/4/2020).
Salah satu konsep yang berubah, kata dia, tidak akan ada arak-arakan maupun kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Menurut dia, kegiatan yang sudah menjadi tradisi tersebut akan didesain seminimal mungkin sesuai dengan protokol kesehatan.
Saat memasuki Ramadhan nanti, wali kota yang akrab disapa Hendi itu juga mendorong peran masjid untuk ikut dalam upaya pencegahan virus corona.
Selain melantunkan doa-doa, hendi berharap pengeras-pengeras suara masjid juga menyampaikan imbauan tentang upaya mencegah penyebaran COVID-19.
"Sampaikan imbauan agar tetap di rumah. Kalau memang harus keluar rumah maka diwajibkan memakai masker," katanya.
Diketahui, Tradisi Dugderan yang dilakukan masyarakat Semarang ini sudah ada sejak 1881. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut awal puasa di bulan Ramadan.
Tradisi ini biasanya dilakukan dengan cara arak-arakan, tabuh bedug, tari japing, dan proses ritual di puncak dugderan. Tradisi dugderan juga identik dengan maskot warak ngendog. Ini merupakan mainan jenis binatang yang mirip dengan kambing dan kepala naga. Kulitnya bersisik dibuat dari kertas warna-warni dan terbuat dari kayu.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait