SOLO, iNews.id – Penambahan kasus Omicron di Indonesia menarik perhatian. Dokter Spesialis Patologi Klinik RS UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto angkat bicara terkait kekhawatiran setelah ada kabar bahwa vaksin Covid-19 tidak efektif melawan Omicron.
“Vaksin Covid-19 yang digunakan saat ini baru berfokus pada gejala berat dan kematian,” kata Tonang Dwi Ardyanto melalui siaran pers Humas UNS, Kamis (30/12/2021).
Apabila ingin mendapatkan vaksin Covid-19 yang mampu mencegah infeksi di saluran pernapasan bagian atas, tentu waktu yang dibutuhkan akan lebih lama.
"Di negara yang menghadapi Omicron, misal Inggris, cakupan vaksinasinya sudah tinggi. Ketika Omicron menyebar secara angka lebih banyak dari kelompok yang sudah divaksin. Tapi kalau secara proporsional atau persentase, lebih banyak dari kelompok yang belum divaksin," katanya.
Berkaca dari meledaknya pertambahan kasus Omicron di Inggris, ia menjelaskan bahwa risiko orang yang sudah divaksinasi Covid-19 untuk menjalani rawat inap ketika terjangkit Omicron hanya 31-45 persen.
Sedangkan bagi mereka yang belum disuntik vaksin Covid-19, risiko menjalani rawat inap di ruang isolasi ketika terjangkit Omicron meningkat menjadi 50-70 persen.
Persentase rawat inap untuk orang yang sudah divaksinasi Covid-19 ketika terjangkit Omicron, lebih rendah daripada Delta yang menyebar pada pertengahan tahun ini.
"Sedangkan yang belum pernah terinfeksi dan belum divaksin Covid-19, risikonya sebesar 11 persen dibandingkan varian Delta. Ini artinya, 4-7 kali lebih tinggi daripada kelompok yang sudah divaksin Covid-19," ucap Tonang.
Jika melihat cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia, persentase suntikan vaksin lengkap sudah mencapai 40,65 persen. Sekitar 17 persen masyarakat baru mendapat suntikan pertama, sedangkan sekitar 42,3 persen belum mendapatkan vaksin Covid-19 sama sekali.
Dari persentase tersebut, dirinya mengkhawatirkan kelompok yang belum tervaksin Covid-19 akan lebih mudah terjangkit Omicron.
"Dan yang perlu diingat yang lebih cepat tertular adalah yang prokesnya paling kendor. Tidak pakai masker dan tidak rajin cuci tangan. Untuk mereka yang punya antibodi, virus akan lebih cepat bersih. Tapi yang tidak punya, baru bersih virusnya sekitar 14 hari sejak terinfeksi," ujarnya.
Karena vaksin Covid-19 yang sudah diproduksi masih belum mampu menghindarkan orang dari varian baru SARS-CoV-2, muncul wacana untuk menyuntikkan booster.
Perlu diketahui, booster berbeda dengan dosis ketiga yang selama ini salah diartikan banyak orang. Booster merupakan vaksin tambahan untuk memastikan dua dosis vaksin Covid-19 yang sudah disuntikkan telah membentuk imunitas.
Sedangkan dosis ketiga adalah vaksin yang wajib disuntikkan dan menjadi bagian utama vaksin Covid-19, layaknya dosis pertama dan kedua.
Untuk wacana itu, dr Tonang mengutarakan bahwa keharusan penyuntikkan booster perlu didalami dulu. Sebab laporan ini masih berasal dari penelitian laboratorium.
"Istilahnya baru in vitro. Tidak salah, hanya harus pelan-pelan bila diterjemahkan di lapangan. Laporan itu dari negara-negara yang vaksinasinya sudah 70-80 persen, tapi di Indonesia kan baru 40-an persen," katanya.
Ia mengatakan, walau seseorang berisiko terjangkit Omicron, bukan berarti efektivitas vaksin Covid-19 hilang. Dia menampik anggapan ini dan menegaskan efektivitas vaksin Covid-19 hanya menurun.
Daripada fokus membahas booster, dr Tonang justru meminta pemerintah segera menggencarkan suntikan dosis kedua vaksin Covid-19.
"Ini lebih penting, lebih bermakna, dan lebih kuat efeknya komunalnya menghadapi apa pun varian Covid-19 yang masih ada dan mungkin akan ada,” tuturnya.
Dikatakannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sama-sama menyetujui penyuntikkan booster dilakukan saat 50 persen masyarakat sudah divaksin Covid-19.
"Asumsi proporsi jumlah penyintas yang belum divaksin sekitar 20 persen, sebagian besar penyintas sudah divaksinasi, maka vaksinasi 50 persen itu ditambah 20 persen bisa mencapai sekitar 70 persen," katanya.
Dengan persentase ini, ia menyebut Kemenkes sudah bisa mempertimbangkan penyuntikkan booster. Dengan catatan, vaksinasi Covid-19 primer harus tetap dilakukan dan booster disuntikkan untuk kelompok berisiko tinggi.
"Dengan kecepatan pemberian vaksin rata-rata dalam tujuh hari terakhir ini, maka kita bisa mencapai 50 persen itu dalam waktu sekitar 30-50 hari lagi," tuturnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait