Guru Besar Departemen Akuakultur FPIK Undip, Prof Dr Sri Rejeki (kiri) dan Letari L Widowati, Msi selaku MC dan moderator webinar, Rabu (2/6/2021). (iNews/Ahmad Antoni)

SEMARANG, iNews.id  – Perlindungan pesisir laut, hutan mangrove dan eksistensi tambak dari ancaman abrasi dan penurunan permukaan tanah di sepanjang pantura Jawa menjadi perhatian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (Undip).  FPIK Undip memperkenalkan konsep Associated Mangrove Aquaculture (AMA).

Konsep AMA atau sistem tambak terhubung mangrove itu dinilai mampu menjaga pesisir laut, hutan mangrov dan eksistensi tambak bagi petani.. Guru Besar Departemen Akuakultur FPIK Undip, Prof Dr Sri Rejeki mengatakan, munculnya konsep AMA ini karena adanya penurunan permukaan tanah yang disebabkan berbagai faktor. 

Mulai dari masifnya penggunaan air tanah, penebangan hutan mangrove yang akhirnya menyebabkan 640 hektare tambak hilang di Demak dan 900 hektare lainnya terdampak akibat penurunan tanah maupun abrasi.

Menurutnya, abrasi mengakibatkan morfologi pantai berubah dan garis pantai berpindah. Akibatnya, kualitas lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat juga berubah. Apalagi, banyak petambak yang mulai kehilangan tambak dan menyebabkan pengangguran serta kemiskinan baru.

“Konsep MMA ini berbeda dengan sebelumnya, silvofishery. Dimana mangrove tidak ditanam di pematang atau di dalam stambak,” kata Sri Rejeki dalam Webinar  bertajuk Aquaculture Supporting Mangrove" Seri#1, Rabu (2/6/2021).

Menurut Sri Rejeki, pada umumnya tambak di pinggir sungai atau laut punya tanggul dengan lebar yang sempit atau langsung terhubung dengan badan air tanpa proteksi apapun. Sehingga rawan rob atau gelombang air laut.

Konsep silvofishery yang menumbuhkan mangrove di dalam tambak atau pematang, kenyataanya hasil jelek untuk budidaya maupun perlindungan pesisir. Karena penurunan kualitas air dan mangrove terlalu rimbun tanpa perawatan.

Sistem AMA, pada prinsipnya adalah memperlebar tanggul yang berbatasan dengan sungai atau laut. Hal itu sebagai sarana menumbuhkan mangrove untuk greenbelt. 

Dia mencontohkan, tambak dengan lebar kurang dari 30 meter dari tepian aliran sungai atau laut, disarankan seluruh tambak sebagai sabuk hijau. Jika di atas 30 meter, maka bangun greenbelt 10 meter.

Caranya? mundurkan tanggul tambak dengan membuat tanggul baru secara bertahap. Melalui cara ini biasanya mangrove akan tumbuh seiring terbentuknya sedimen. Kemudian dibangun tanggul baru berikutnya.

‘’Prinsip AMA, mangrove tak berada atau tidak ditanam di pematang atau di pelataran tambak. Konsep lama, sylvofishery, dimana pantai dan pematang tambak tak terlindungi,’’ katanya.

Project Manager and Researcher at The Chair Group Aquaculture and Fisheries (AFI) 2001-2019, Dr Roel H Bosma menjelaskan banyak negara yang abai terhadap hutan mangrove ini. Di sepanjang pantura Jawa, kerusakan hutan mangrove menyebabkan hilangnya permukiman, infrastruktur dan ratusan hektare tambak.

Untuk itu perlu dilakukan perlindungan dengan melindungi hutan mangrove yang tersisa. “Kurangi penggunaan air tanah, peningkatan SDM masyarakat melalui pelatihan, mengganti tambak dengan mangrove,” katanya.

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip Prof Dr Tri Winarni Agustini mengatakan webinar tersebut akan terbagi menjadi tiga series. Dua webinar lanjutan akan diselenggarakan pada 9 dan 16 Juni 2021 mendatang. “Ini momen bagus untuk mencermati tentang peran akuakultur dalam berkontribusi untuk pemulihan ekosistem mangrove,” katanya.


Editor : Ahmad Antoni

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network