SOLO, iNews.id – Seorang pria asal Slawi, Kabupaten Tegal, berinisial AM harus berurusan dengan aparat Polresta Solo. Ia membuat narasi yang dinilai bermuatan hoax di Instagram terhadap Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
AM yang tengah menempuh pendidikan di Yogyakarta, mengomentari pernyataan Gibran yang ingin semi final dan final Piala Menpora digelar di Kota Solo. Dalam Instagram, ia menulis yang intinya mempertanyakan kapasitas Gibran di dunia sepak bola dan menilainya hanya tahu dikasih jabatan.
Tim virtual police Polresta Solo sebelumnya telah mengkonfirmasi muatan narasi tersebut dengan ahli bahasa, ahli pidana dan ahli ITE. Polisi selanjutnya meminta yang bersangkutan menghapus postingan tersebut.
“Ia (AM) telah meminta maaf, maka pendekatan restorative justice kami kedepankan dalam penanganannya. Dan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pengguna medsos (media sosial) lainnya agar lebih bijak,” kata Kapolresta Solo Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, Senin (15/3/2021).
Diungkapkannya, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo dipilih secara langsung oleh masyarakat yang mempunyai hak pilih. Pelaksanaannya melalui mekanisme, tahapan dan proses Pilkada yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sebelumnya, Polresta Solo telah menyiapkan tim khusus yang dinamakan virtual police guna memberi edukasi, sekaligus pengawasan terhadap pengguna medsos agar terhindar dari pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim bekerja sama dengan para ahli bahasa, ahli hukum dan ahli ITE untuk mengkonfirmasi semua postingan pengguna medsos.
Jika ada pengguna medsos yang membuat postingan dan berpotensi melanggar UU ITE, maka virtual police akan memberi peringatan melalui direct message (DM) agar menghapus postingannya.
"Terus kalau sudah di DM dan pemilik akun media sosial tetap tidak bergeming menghapus postingan, tim virtual police akan memberikan pemberitahuan lagi sampai postingan dihapus. Langkah-langkah persuasif tetap akan kami kedepankan untuk ini,” ucap Kapolresta.
Langkah yang telah dilakukan, merupakan tindak lanjut implementasi program prioritas dan instruksi Kapolri yang tertuang dalam Surat Edaran nomor SE/2/11/2021. Yakni untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan dengan cara mengedepankan edukasi dan langkah persuasif di dalam menangani perkara berkaitan dengan UU ITE.
Dengan demikian, ke depan diharapkan tidak ada lagi pihak yang merasa dikriminalisasi oleh kepolisian. Yang terpenting lagi, akan terwujud ruang digital Indonesia yang tetap bersih, sehat dan beretika serta produktif.
Penerapan restorative justice dalam menangani perkara yang berkaitan dengan UU ITE, memegang teguh prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
"Terhadap para pihak dan atau korban yang akan mengambil langkah damai, akan menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice. Kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, SARA, radikalisme, dan separatisme,” tuturnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait