SEMARANG, iNews.id - Masjid Agung Semarang (MAS) atau akrab disebut Masjid Kauman Semarang menjadi salah satu masjid tertua di Kota Semarang. Masjid di ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini menyimpan sejarah panjang berdirinya Kota Semarang.
Masjid yang masuk cagar budaya ini menjadi kebanggaan warga Semarang karena bangunannya yang khas, mencerminkan jatidiri masyarakat pesisir yang lugas tetapi bersahaja.
Seperti halnya pada masjid-masjid kuno di pulau Jawa, Masjid Agung Semarang berada di pusat kota (alun-alun) dan berdekatan dengan pusat pemerintahan (Kanjengan) dan penjara, serta tak berjarak jauh dari pusat perdagangan (Pasar Johar), merupakan ciri khas dari tata ruang kota pada zaman dahulu.
Dalam sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, Masjid Agung Semarang nenjadi satu-satunya masjid di Indonesia yang mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia secara terbuka hanya beberapa saaat setelah diproklamirkan.
Dikutip dari laman Wikipedia, peristiwa proklamasi yang dibacakan Soekarno-Hatta di Pegangsaaan Timur no 56 Jakarta pada hari Jumat pukul 10.00 pagi. Lebih kurang satu jam setelah itu yaitu pada saat sebelum salat Jumat, Alm dr. Agus, salah seorang jemaah aktif di Masjid Agung Semarang melalui mimbar Jumat dan di hadapan jemaah mengumumkan terjadinya proklamasi RI.
Keberanian Agus harus dibayar mahal, karena setelah peristiwa itu dia dikejar-kejar tentara Jepang dan melarikan diri ke Jakarta hingga meninggal di sana. Sebagai penghargaan atas peristiwa tersebut pada tahun 1952, Presiden RI pertama Soekarno menyempatkan diri hadir untuk melakukan salat Jumat dan berpidato di masjid ini.
Lokasi Masjid Agung Semarang tadinya berdiri megah di depan alun-alun Kota Semarang. Namun kemudian sejak tahun 1938 alun alun tersebut beralih fungsi menjadi kawasan komersial yaitu dengan adanya Pasar Johar, Pasar Yaik, gedung BPD dan Hotel Metro yang kemudian menjadi area kawasan perdagangan Johar. Pada tahun 2021, depan Masjid Agung Kauman Semarang yang sebelumnya merupakan Pasar Yaik, sekarang telah direnovasi kembali menjadi Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang.
Masjid Agung Semarang kini terjepit di antara bangunan bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid ini beralamat di Jl Alun-alun Barat Nomor 11 Semarang. Sekarang Masjid Agung Semarang letaknya tidak lagi berada dalam wilayah kampung (kelurahan) Kauman, tetapi masuk dalam wilayah Kelurahan Bangunharjo Semarang Tengah.
Hingga saat ini masih belum diperoleh keterangan ataupun data yang akurat yang dapat memastikan kapan masjid Agung Semarang mulai dibangun dan didirikan. Berdasarkan catatan-catatan sejarah dan cerita-cerita tutur yang dapat dijadikan dasar rujukan, masjid ini didirikan pertama kali pada pertengahan abad XVI masehi atau pada masa kesultanan Demak.
Setelah Indonesia merdeka, Bupati Semarang dijabat oleh M. Soemardjito Priyohadisubroto. Kemudian pada masa Pemerintahan RIS yaitu pemerintahan federal diangkat Bupati RM. Condronegoro hingga tahun 1949.
Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserahterimakan kepada M. Sumardjito. Penggantinya adalah R. Oetojo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan luar Kota Semarang.
Hal ini terjadi sebagai akibat berkembangnya Semarang sebagai Kota Praja. Dampak dari perkembangan Semarang sebagai Kota Praja adalah Masjid Agung Semarang yang sebelumnya menjadi urusan Bupati Semarang diserahkan kepada wali kota Semarang. Sehingga pada tahun 1950, wali kota Semarang RM Hadi Soebeno Sosrowerdojo (1951-1958), melakukan upaya pembangunan serambi guna menambah kapasitas tempat sholat.
Pada tahun 1962 atas desakan umat Islam, karena adanya aksi-aksi penjarahan oleh PKI/BTI terhadap aset-aset masjid, maka pemerintah Republik Indonesia memberikan status hukum tersendiri terhadap Masjid Agung Semarang, yaitu dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 92/Tahun 1962, Masjid Agung Semarang bersama-sama dengan Masjid Agung Demak, Kaliwungu dan Kendal dinyatakan sebagai masjid wakaf dan sebagai nadzirnya ditunjuk Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) yang merupakan salah satu lembaga di bawah Departemen Agama.
Semasa pemerintahan Orde Baru, Masjid Agung Semarang telah berulang kali mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Pada tahun 1979-1980 memperoleh dana bantuan presiden sebesar Rp 10 juta yang dialokasian untuk perbaikan atap dan interior masjid.
Kemudian bantuan dari Presiden diterima lagi pada tahun197-1988 sebesar Rp150 juta yang dialokasikan untuk biaya pemugaran total terhadap serambi Masjid. Wali kota Semarang, Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH (1980-1990) secara khusus juga menaruh perhatian terhadap Masjid Agung Semarang.
Pada tahun 1982-1983 beliau memprakarsai pembangunan menara (terbuat dari baja) berikut sound system dan sirine (pengganti bom udara) untuk tanda waktu imsak dan berbuka puasa di bulan Ramadhan. Pembiayaannya diperoleh dari kas APBD Kota Semarang.
Pada mulanya, BKM yang ditunjuk sebagai nadzir Masjid Agung Semarang melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk pengelolaan masjid dibentuklah Yayasan yang diketuai oleh ketua BKM Semarang (ex-officio). Maksudnya adalah untuk mempermudah koordinasi terutama dalam penyelamatan aset masjid berupa bondo tanah wakaf yang jumlahnya mencapai 120 hektare.
Namun dalam perkembangannya, BKM justru bertindak tidak amanah dan melakukan kelalaian dalam kasus ruislaag tanah wakaf yang bermasalah. Pengelolaan masjid yang seharusnya menjadi tanggung jawab BKM lambat laun kurang diperhatikan. Sehingga kondisi masjid semakin lama semakin terpuruk dimakan usia.
Dana kas masjid yang terkumpul juga tidak mencukupi kebutuhan operasional, Seiring era reformasi, masyarakat yang tergabung di dalam Jamaa’ah Peduli Masjid Agung Semarang mengusulkan terbentuknya kepengurusan baru di Masjid Agung Semarang yang melibatkan jama’ah dalam kepengurusannya.
Maksud dari gagasan ini adalah sebagau upaya memakmurkan Masjid Agung Semarang dan sekaligus membantu BKM dalam pengelolaan Masjid Agung Semarang. Keterlibatan jama’ah yang independen, dimaksudkan afar menghindari birokrasi pemerintahan yang justru akan merugikan Masjid Agung Semarang.
Wali Kota Semarang, pada waktu itu H. Sukawi Sutarip (2000-2010) menyambut baik gagasan itu. Setelah melalui beberapa kendala terutama dengan pihak BKM Kota Semarang dan Yayasan yang ada, maka dibentuklah Badan Pengelola Masjid Agung Semarang yang melibatkan masyarakat dalam kepengurusannya.
Keberadaan Badan Pengelola Masjid Agung Semarang diperkuat dengan terbitnya Keputusan Wali kota Semarang. Pelantikan Badan Pengelola Masjid Agung Semarang yang pertama diselenggarakan pada tanggal 30 Desember 2002. Badan Pengelola Masjid Agung Semarang bersama-sama dengan pemerintah dan jama’ah melaksanakan kembali pembangunan masjid yang sempat terhenti beberapa saat.
Editor : Ahmad Antoni
masjid agung semarang masjid kauman semarang provinsi jawa tengah masjid tertua kota semarang bupati semarang wali kota semarang sukawi sutarip soekarno proklamasi
Artikel Terkait