JAKARTA, iNews.id - Penyebaran virus corona (Covid-19) di Indonesia semakin meluas dan mengkhawatirkan. Hingga Selasa (24/3/2020), virus tersebut telah menjangkiti 686 orang dan 55 korban meninggal dunia.
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyatakan korban meninggal akibat wabah virus corona berstatus mati syahid yakni syahid fil akhiroh.
Jenazah korban corona pun tetap wajib dimandikan dan disalati sama seperti jenazah pada umumnya terkecuali syahid di medan pertempuran.
Terkait pemulasaraan jenazah korban corona, LBM PBNU mengeluarkan ketentuan tajhizul mayyit (pemulasaraan jenazah) pasien Covid-19 sebagai berikut:
Orang yang memandikan jenazah harus petugas kesehatan atau orang yang memang profesional. Selain itu, orang tersebut perlu memakai peralatan yang bisa mencegah penularan virus.
"Cara memandikan jenazah pasien Covid-19 dengan menggunakan peralatan yang bisa mencegah penularan penyakit tersebut. Memandikan dilakukan oleh orang yang profesional atau petugas kesehatan dengan harus melindungi diri dan memastikan keamanannya (menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, masker, dan desinfeksi diri) agar tidak tertular virus dari jenazah," demikian bunyi keterangan tertulis LBM PBNU, sebagaimana dikutip iNews.id, Selasa (23/3/2020).
Setelah dimandikan, jenazah pasien Corona dibungkus kain kafan kemudian dibungkus sejenis plastik sehingga tidak mudah tercemar.
Hasil bahtsul masail tentang Fikih Pemulasaraan jenazah pasien Corona dikeluarkan PBNU pada 21 Maret 2020. Hasil tersebut ditandatangani Ketua Lembaga Bahtsul Masail, KH M Nadjib Hassan, dan Sarmidi Husna, MA, selaku sekretaris.
Berikut tiga ketentuan dalam proses memandikan jenazah pasien Corona:
1. Jika menurut ahli memandikan jenazah Corona dengan cara standar tersebut masih membahayakan bagi yang memandikan atau penyebaran virusnya, maka jenazah tersebut boleh dimandikan dengan cara menuangkan air ke badan jenazah saja, tanpa dalku (digosok).
Sebagaimana penjelasan dalam al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah berikut:
أَمَّا إِنْكَانَلَ يَنْقَطِعُ بِصُبِّ الْمَاءِفَلَ يُتَيَمَّمُ بَلْ يُغْسَلُ بِصُبِّ الْمَاءِ بِدُوْنِدَلْكٍ.
"Adapun jika (tidak dikhawatirkan) akan rontok bila sekedar dituangi air, maka tidak boleh ditayamumi, namun harus dimandikan dengan cara dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476).
2. Jika hal itu tidak bisa dilakukan juga, maka boleh tidak dimandikan dan diganti dengan ditayamumkan.
Berdasarkan keterangan dalam kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah:
وَيَقُوْمُ التَّيَمّمُمَقَامَ غَسْلِ الْمَيِّتِ عَنْ فَقْدِ الْمَاءِ أَوْ تَعَذّرِ الْغَسْلِكَأَنْمَاتَ غَرِيْقًاوَيُخْشَى
أَنْ يَتَقَطَّعَ بَدَنُهُ إِذَا غُسِلَ بِدَلْكٍ أَوْ يُصَبَّ الْمَاءُ عَلَيْهِ بِدُوْنِدَلْكٍ.
"Dan tayamum dapat menggantikan memandikan mayit karena tidak ada air atau karena tidak dimungkinkan dimandikan, semisal orang mati tenggelam dan dikhawatirkan tubuhnya akan rontok jika dimandikan dengan digosok atau jika dituangi air tanpa digosok" (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476).
3. Dan jika hal itu juga tidak dapat dilakukan karena dalam kondisi darurat, maka jenazah boleh langsung dikafani dan disholati, tanpa dimandikan atau ditayamumkan. Karena kondisi darurat atau sulit tersebut, maka boleh mengambil langkah kemudahan (al-masyaqqoh tajlibut taisir).
Hal tersebut sebagaimana firman Allah Swt:
وما جعل عليكم فى الدين من حرج
“Dan Dia tidak pernah sekalipun menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS: al-Haj ayat: 78).
Serta sabda Rasulullah Saw:
عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله تعلى عنه قال سمعت رسول الله
صلى الله عليهوآلهوسلم يقول: ما نهيتكم عنه فاجتنبوهوما أمرتكم به فأتوا منه
ما استطعتم فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلهم واختلفهم على أنبيائهم
(رواه البخاري ومسلم).
“Dari Abi Hurairah Abdul Rahman bin Shokhr Ra. berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Segala sesuatu yang aku larang buat kalian semua, maka jauhilah. Segala sesuatu yang aku perintahkan kepada kalian semua, maka lakukan semampu kalian". Generasi sebelum kalian hancur disebabkan terlalu banyak bertanya (protes) dan menyelisihi para nabi mereka (HR Bukhari – Muslim).
Sementara, untuk protokol atau teknis mengkafani jenazah pasien Covid-19, dilakukan secara ekstra. Pemakamannya harus mengikuti arahan dari para ahli medis.
Demikian hasil bahtsul masail tentang Fiqih Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 ini disampaikan untuk menjadi pegangan warga NU khususnya dan umat Islam Indonesia umumnya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait