5 Tradisi Kota Semarang, Nomor 4 Warisan Sunan Kalijaga Penyebar Islam di Tanah Jawa
SEMARANG, iNews.id – Tradisi Kota Semarang hingga kini masih tetap terjaga dan dilestarikan. Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini kaya akan ragam kuliner dan destinasi wisata serta adat budaya.
Pun demikian dengan tradisi Kota Semarang yang menarik untuk diketahui maupun dipelajari untuk menambah wawasan dan pengetahuan adat dan budaya.
Berikut ini 5 tradisi Kota Semarang yang hingga kini masih dilestarikan oleh masyarakat, berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber:
1. Nyadran
Nyadran merupakan salah satu tradisi yang hingga kini masih dijalani warga Kota Semarang. Tradisi ini dilakukan ketika bulan Ruwah tiba. Warga akan berkumpul untuk membersihkan makam secara bersama-sama.
Setelah makam selesai dibersihkan, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Tradisi ini juga dilakukan secara personal dengan mengunjungi makam keluarga, membersihkan hingga mendoakannya.
2. Padusan
Padusan salah satu tradisi yang digelar untuk menyambut Ramadan. Tradisi padusan ini berasal dari bahasa Jawa “adus” yang artinya mandi atau membersihkan diri. Padusan dilakukan warga di akhir bulan Ramadan.
Biasanya, Padusan ini dilakukan warga dengan mandi bersama di kolam pemandian. Warga setempat yakin bahwa dengan membersihkan diri, ibadah puasa di bulan Ramadan akan lebih lancar dan berkah. Tradisi Padusan pun dibawa oleh Walisongo ketika menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya Pulau Jawa.
3. Dugderan
Tradisi dugderan digelar dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi dugderan ini diawali dengan pemukulan beduk yang dilanjutkan dengan dentuman meriam. Suara yang dihasilkan dari kegiatan ini menjadi dasar penamaan Dugderan.
Biasanya, setelah upacara usai diadakan pawai keliling kota mengenakan pakaian adat. Dalam tradisi Dugderan ada festival tradisional Semarang seperti warak ngendok.
4. Magengan
Tradisi lainnya adalah Magengan, yang digelar dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Magengan tercatat sebagai salah satu tradisi yang dibawa oleh Sunan Kalijaga, penyebar Islam di tanah Jawa.
Ada sedikit perbedaan dengan Dugderan, pada upacara Magengan warga harus melakukan bersih diri. Tak hanya sebatas raga, melainkan juga jiwa demi menjaga kesucian bulan Ramadan. Puncak tradisi ini ditutup dengan makan bersama sebagai rasa syukur dipertemukan kembali dengan bulan Ramadan.
5. Popokan
Tradisi Popokan juga masih dilestarikan warga Semarang. Tradisi melempar lumpur ini biasanya digelar pada Jumat Kliwon di bulan Agustus. Konon, tradisi ini dulunya berawal dari kisah seekor macan yang mendatangi daerah beringin.
Karena menganggu dan mengancam keselamatan warga, macan tersebut diusir menggunakan lumpur. Kini, tradisi Popokan dilakukan untuk menolak bala agar terhindar dari kejahatan dan hal buruk lainnya.
Itulah 5 tradisi Kota Semarang yang hingga kini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat. Semoga ulasan tradisi Kota Semarang ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan terkait adat dan budaya Nusantara.
Editor: Ahmad Antoni