Bawaslu Rembang Giat Pantau Medsos Deteksi Dugaan ASN Tak Netral
REMBANG, iNews.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Rembang mendeteksi dugaan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak netral dalam Pilkada 2020. Hingga kini, Bawaslu Rembang mendapatkan laporan enam oknum tak netral.
Ketua Bawaslu Kabupaten Rembang, Totok Suparyanto menjelaskan informasi ada enam orang yang dilaporkan yakni dua orang oknum ASN, dua orang kepala desa dan dua oknum perangkat desa.
Totok menjelaskan, laporan tersebut diperoleh berdasarkan foto maupun video saat yang bersangkutan bersama dengan salah satu calon, di media sosial. Mulai momen ikut rapat, hingga pentas musik.
Informasi semacam itu belum utuh, sehingga Bawaslu melakukan pendalaman dan mengumpulkan bukti-bukti. Setelah lengkap, Bawaslu akan menggelar rapat pleno untuk menetapkan penelusuran. Khusus penelusuran, diberi waktu tujuh hari.
“Kami kan nggak tahu dia siapa, kejadian di mana, kapan dan peristiwa sesungguhnya seperti apa. Makanya perlu kita dalami lebih lanjut. Kalau hasil penelusuran mengarah pada pelanggaran, baru kita tetapkan menjadi temuan, “ kata Totok, Selasa (27/10/2020).
Jika pegawai negeri terbukti tidak netral, Bawaslu sebatas memberikan hasil kajian dan diteruskan kepada pimpinan untuk bahan menjatuhkan sanksi. Namun, jika ASN terbukti menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, sesuai pasal 71 Undang-Undang Pilkada, bisa dijerat hukuman pidana. Ancaman hukumannya diatur pada pasal 188, dengan pidana minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan, denda minimal Rp600.000 dan maksimal Rp6 Juta.
“Untuk menentukan pelanggaran pidana atau bukan, kita tidak sendiri. Tapi dibahas bersama pihak Kejaksaan Negeri dan kepolisian yang tergabung dalam tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), apakah unsur-unsurnya terpenuhi, “ ucapnya.
Lebih lanjut Totok mengajak warganet/netizen lebih bijak berkomentar di media sosial, jangan sampai menimbulkan fitnah atau hoax, yang akhirnya merugikan pihak-pihak lain.
Dia mencontohkan di Facebook sempat muncul lima orang guru berfoto dengan salah satu calon, kemudian kelima orang tersebut dibundari wajahnya dan dikatakan sebagai pegawai negeri. Padahal setelah ditelusuri, ternyata mereka bukan pegawai negeri, namun hanya guru pendidikan non formal di salah satu kecamatan.
“Kalau sudah beredar seperti ini kan kasihan. Makanya mohon masyarakat dalam menggunakan Medsos lebih bijak, agar tidak timbul fitnah, “ ucapnya.
Editor: Nani Suherni