Busyro Muqodas Sebut Terjadi Praktik Oligarki Politik dan Bisnis di Indonesia
YOGYAKARTA, iNews.id - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqodas melihat politik di Indonesia tidak bisa lepas dari praktik oligarki politik dan oligarki bisnis. Hal ini ditandai dengan munculnya corporatocracy.
Meski presidennya berbeda, kata dia, sejak tahun 2004 sampai dengan 2019 ada upaya melanggenggkan jabatan hingga dua periode.
Mengusung tema, Keprihatinan Nasional dalam Darurat Demokrasi, Busyro yang merupakan mantan ketua KPK ini memamparkan catatan kritis di bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum nasional tahun 2019.
“Perjalanan politik tahun 2019 tidak bisa lepas dari praktek oligarki politik dan oligarki bisnis, Sejak 2004,” kata Busyro di Kantor PP MUhammadiyah Yogyakarta, Senin (30/12/2019).
Munculnya corporatocracy, kata Busyro, adalah kleptocrative (pemerintahan yang sarat dengan praktik korupsi). Fenomena ini bisa memunculkan struktur birokrasi yang diwarnai neo-nepotisme, yang mengabaikan prinsip meritokrasi dan pengarus utamaan profesionalisme.
Busyro juga melihat persoalan demokrasisi saat ini mengarah kepada liberal-transaksional. Jenis demokrasi ini juga memberikan dampak yang tidak kalah perih. Seperti terjadinya intransparansi kebijakan berbasis akuntabilitas publik.
“Ini bisa memunculkan sumbatan pada demokrasi kedaulatan rakyat dan marginalisasi elemen masyarakat sipil,” tuturnya.
Menurut Busyro, demokrasi liberal-transaksional berdampak pada komposisi pemangku kebijakan yang duduk di legislatif dan ekseskutif. Hal ini bisa membuat kader terbaik di kampus, di masyarakat sipil nyaris tidak bisa mengalami proses demokratisasi.
“Kondisi ini berpotensi dalam menciptakan terjadinya korupsi berskala massif, terstruktur dan sistemik,” ujarnya.
Dia menambahkan, sejak 2004 jumlah pejabat yang tersandung kasus korupsi terus meningkat. Setidaknya terdapat 266 swasta tersandung kasus korupsi, diikuti oleh anggota DPR/DPRD sebanyak 255, pejabat eselon I, II, dan III sebanyak 208, wali kota/bupati dan wakil sebanyak 110, 27 kepala lembaga/mentri, 22 hakim, 20 gubernur, 8 jaksa, 7 komisioner lembaga negara, 6 korporasi, 4 duta besar, 2 politis dan 118 kasus yang lain.
Editor: Kastolani Marzuki