Dampak Kenaikan Harga Kedelai Impor, Perajin Tempe Tahu di Rembang Menjerit
REMBANG, iNews.id – Perajin tempe dan tahu di Kabupaten Rembang menjerit, karena terdampak kenaikan harga bahan baku kedelai impor. Seperti yang dirasakan perajin tempe tahu di Gang Klampis Desa Sumberejo, Kabupaten Rembang, Bambang Sumantri.
Ia mengatakan, semula harga kedelai hanya Rp7.600 per kilogram. Tapi lama kelamaan semakin meroket. Kenaikannya tidak per hari, bahkan sempat pada hitungan jam. Saat ini menembus Rp9.400, sedangkan tingkat eceran mencapai Rp10.000 per kilogram.
“Sudah terasa sebulan terakhir ini. Kenaikannya semula per hari, tapi kemudian per jam. Tentu saja membingungkan kita sebagai perajin, “ kata Bambang, Minggu (3/1/2021).
Bambang yang sudah menjadi perajin tempe tahu sejak tahun 1983 lalu berharap pemerintah menata tata niaga kedelai impor, supaya tidak mengalami lonjakan harga mengerikan seperti sekarang. Ia membenarkan perajin sangat mengandalkan kedelai impor, karena pertimbangan stok dan kualitas.
“Kedelai lokal, selain stok tidak mencukupi untuk produksi, kualitasnya juga nggak sebagus kedelai impor mas, “ katanya.
Terkait ajakan menggelar aksi mogok, seperti perajin di sejumlah daerah ? Bambang mengatakan agak sulit mengkoordinasikan sesama perajin maupun pedagang, untuk kompak melakukan aksi mogok.
“Alasannya kalau nggak produksi mau makan apa. Padahal yang saya tahu bagi pengrajin atau pedagang kecil, produksi pun nggak mungkin untung, tapi malah rugi, “ ujarnya.
Ia mengatakan, mayoritas perajin tetap membuat tempe dan tahu, dengan konsekuensi menaikkan harga barang. Ia mencontohkan, tempe per bungkus isi 10, semula dijual Rp4.000, sekarang menjadi Rp4.500. Kemudian tahu per blung, semula Rp72.000, kini dinaikkan menjadi Rp85.000.
“Ya saya sendiri sudah menaikkan harga. Kalau nggak gitu rugi, bisa-bisa malah gulung tikar. Kita menyesuaikan dengan lonjakan harga kedelai impor, “ katanya.
Sebelumnya, antara tanggal 1 – 3 Januari 2021, para perajin tempe dan tahu di berbagai daerah menggelar aksi mogok. Langkah itu sebagai bentuk protes kepada pemerintah, agar segera turun tangan menangani masalah harga kedelai impor yang terus melambung tinggi di pasaran.
Editor: Ahmad Antoni