Diduga Korupsi Dana UPK, Mantan Kades di Magelang Masuk Bui
MAGELANG, iNews.id - Polres Magelang mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Windusari. Kasus itu diduga mengakibatkan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Tersangka yang ditetapkan adalah mantan Kepala Desa (Kades) Mangunsari berinisial L (51). Saat ini penyidikan kasus sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang. Dalam waktu dekat, Polres Magelang akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan.
Kapolres Magelang AKBP Mochammad Sajarod Zakun menjelaskan, kasus berawal pada tahun 2012 dimana UPK Lestari Kecamatan Windusari, Magelang melaksanakan kegiatan perguliran sektor ekonomi Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dimana dananya bersumber dari APBD maupun APBN yang dikelola oleh UPK.
“Tersangka yang waktu menjabat sebagai kepala desa telah mengkondisikan dan menyuruh anggota kelompok masyarakat Desa Mangunsari untuk mengajukan pinjaman dana bergulir. Kemudian uang hasil pencairannya diminta dan digunakan untuk kepentingan pribadi,” kata Mochammad Sajarod Zakun, Jumat (11/3/2022).
Kapolres mengatakan, berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Jateng, ditemukan kerugian negara Rp314.080.000 dalam kasus tersebut. "Berkas perkara kasus ini sudah dinyatakan lengkap (P21). Tersangka dan barang bukti segera kami limpahkan ke Kejari," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Magelang AKP Muhammad Alfan Armin mengungkapkan, pada awalnya tersangka menyuruh anggota kelompok untuk mengajukan pinjaman dengan cara meminta KTP dan KK anggota kelompok sebagai syarat pengajuan pinjaman ke UPK Lestari.
Sementara, anggota kelompok yang dipinjam KTP dan KK tidak pernah mempunyai niat untuk mengajukan pinjaman di UPK Lestari dan tidak pernah membuat proposal maupun menandatangani proposal pengajuan.
Pada saat dilakukan verifikasi pengajuan pinjaman maupun pencairan pinjaman dari pihak UPK Lestari, dua anggota kelompok disuruh mendatangi dan menerima langsung uang hasil pencairan. Setelah uang pencairan diterima, kemudian oleh anggota kelompok uang tersebut ada yang diserahkan kepada tersangka, ada pula yang diambil di rumah anggota.
Tersangka menggunakan enam kelompok sebagai atas nama pengajuan pinjaman. “Pinjaman tiap kelompok beragam yaitu kisaran Rp5 juta sampai dengan Rp7 juta. Total pinjaman yang digunakan oleh tersangka sebesar Rp153 juta," kata Alfan.
Terhadap anggota kelompok yang dipinjam sebagai atas nama pinjaman, oleh tersangka diberikan imbalan sebesar Rp100.000 sampai Rp150.000. Dan untuk salah satu kelompok diberikan uang imbalan sebesar Rp2 juta.
"Selain itu tersangka juga menggunakan uang angsuran yang dititpkan dari anggota kelompok sebesar Rp16.100.000," katanya.
Terkait dengan uang hasil pencairan pinjaman dari anggota kelompok dan uang titipan angsuran yang digunakan, sampai saat ini belum pernah melakukan pembayaran angsuran kepada pihak UPK Lestari.
“Akibat dari kasus ini, jumlah keseluruhan kerugian sebesar Rp314.080.000. Yang disalahgunakan dan tidak dikembalikan ke UPK oleh tersangka sebesar Rp169,1 juta dan yang berasal dari penyalahgunaan pinjaman atas nama anggota kelompok Rp153 juta, serta titipan angsuran yang tidak disetorkan Rp16,1 juta," ucapnya.
Tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana di ubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 18 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi sebagaimana di ubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.
"Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.
Sementara tersangka L mengaku menggunakan uang untuk usaha tembakau namun saat panen harga tembakau anjlok. “Uang saya gunakan untuk usaha tembakau tetapi gagal karena harganya anjlok,” ucapnya.
Editor: Ary Wahyu Wibowo