Gebyuran Bustaman, Tradisi Perang Air Sambut Ramadan di Semarang
SEMARANG, iNews.id – Ratusan warga antusias mengikuti Gebyuran Bustaman 2023 di kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (19/3) sore. Gebyuran Bustaman ini merupakan tradisi perang air dalam rangka menyambut Ramadan.
Dalam tradisi Gebyuran Bustaman, warga mengoles wajahnya dengan bedak berwarna yang bermakna dosa atau kesalahan selama setahun ke belakang.
Tradisi kemudian dimeriahkan tarian tradisional Topeng Ireng dan ibu-ibu yang majelis yang melantunkan Selawat. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan secara simbolis memandikan anak-anak dan perang air, termasuk menghilangkan coretan bedak berwarna di wajah.
Air yang dilemparkan dalam bentuk balon berwarna ini, memiliki makna bahwa telah memaafkan kesalahan satu sama lain.
Tradisi diakhiri dengan acara makan bersama. Menu makanan tahun ini adalah daging kambing ungkep yang diolah masyarakat dan disantap bersama-sama.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen mengatakan tradisi Gebyuran Bustaman di Kota Semarang ini layak menjadi daya tarik wisata tahunan.
"Untuk kalender wisata sudah dibicarakan Pak Kadis Pariwisata Kota Semarang, bahwa ini akan dilakukan, akan dimasukkan ke kalender wisata tahunan," kata Taj Yasin.
Usai mendapat penyambutan dari warga, wagub berkesempatan menyiram beberapa anak sebagai lambang pembersihan diri menyambut bulan suci Ramadan. Setelah prosesi gebyuran selesai, warga serempak melakukan perang air antarsesama.
Dia berpendapat, tradisi ini bisa menjadi contoh, karena mengandung pesan agar sesama manusia tidak boleh menyimpan dendam.
"Warga ini seluruhnya keluar untuk lempar lemparan air, simbol dari apa yang dilakukan Kiai Bustam, untuk memandikan cucunya. Dan yang menarik di sini adalah tidak ada yang boleh dendam, marah atau apa pun, diungkapkan di sini dan ini bentuk untuk membersihkan hati kita,” ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni