Harga Kedelai Melambung, Pedagang Tempe di Batang Merugi Puluhan Juta Rupiah
BATANG, iNews.id - Harga kedelai di pasaran melambung tinggi hingga Rp13.000 per kilogram. Dampaknya omzet pedagang turun hingga 50 persen, karena produsen tahu tempe mengurangi produksi.
Seperti yang dialami oleh pedagang kedelai impor di pasar tradisional Limpung Kabupaten Batang ini semkin lesu. Sementara stok kedelai lokal sangat minim dan kurang diminati konsumen dengan alasan kualitas kurang bagus.
Para perajin tahu tempe mulai mengeluhkan tingginya biaya operasional pembuatan makanan khas rakyat Indonesia tersebut. Kondisi itu berdampak lesunya penjualan dikarenakan para pelanggan mengurangi jumlah pembelian.
Sejumlah perajin tahu tempe mengungkapkan situasi ekonomi yang masih serba sulit ini kian memprihatinkan. Diperparah adanya tren kenaikan harga yang tak terkendali.
Setelah sempat tembus Rp13.000 per kilogram dan terkoreksi turun di kisaran Rp10.000, namun hanya mampu bertahan sebentar.
“Sebagai perajin tahu tempe kami hanya bisa pasrah dan berusaha bertahan dengan berbagai cara untuk menekan biaya produksi,” kata Bonari, Rabu (1/11).
“Kami harga kedelai bisa kembali normal, sehingga tidak membebani masyarakat khususnya para pelaku UMKM,” katanya.
Sementara itu, pengecer kedelai yang berada di salah satu kios pasar tradisional Limpung, Sutriono mengaku tidak bisa berbuat banyak. “Kenaikan harga barang impor ini sesuai yang diterima dari penyuplai atau agen importir Semarang,” ungkapnya.
Tingginya kenaikan harga kedelai tidak hanya berimbas langsung terhadap para perajin, dia sebagai penjual juga sangat merasakan dampaknya.
“Dari yang biasanya bisa menghabiskan lebih dari 4 ton per harinya, kini bisa laku lebih dari 1 ton saja sudah bersyukur karena sepinya penjualan,” ujarnya.
Harga kedelai impor yang terus melambung sejak sebulan terakhir ini sangat membuat merugi hingga puluhan juta rupiah tiap harinya karena omzet turun hingga 50 persen.
“Kami berharap banyak peran pemerintah untuk turun tangan mengintervensi harga kedelai tersebut sangat dinanti. Pasalnya bila tren kenaikan harga tersebut terus berlanjut bisa mengancam keberlangsungan para pelaku UMKM seperti pengrajin tahu tempe berhenti operasi atau gulung tikar,” kata Sutriyono.
Editor: Ahmad Antoni