Imbas Konflik, Kirab Malam Selikuran Keraton Solo Berlangsung 2 Kali
SOLO, iNews.id - Keraton Kasunanan Surakarta menggelar tradisi malam selikuran atau malam ke-21 bulan Ramadan. Berbedanya di tahun ini, tradisi tersebut berlangsung dua kali dalam satu malam.
Uniknya, selain digelar dua kali, lokasi tradisi peninggalan Paku Buwono X inipun menggunakan lokasi yang sama. Yaitu masjid Agung Surakarta. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal di dalam keturunan dinasti Mataram.
Kirab lampu digelar dua kubu, yaitu kubu Bebadan Keraton versi Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi dan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo. Mereka melakukan kirab secara bergantian.
Bebadan Keraton versi Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi menggelar kirab selepas salat Isa dan Tawarih. Setelah itu, dari LDA Keraton Solo berlangsung sekira pukul 21.52 WIB.
Ketua Eksekutif Lembaga Hukum LDA Keraton Solo, Kanjeng Pangeran Eddy Wirabhumi mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan ada pihak lain yang juga menggelar malam selikuran.
"Bagi kami (LDA) tidak masalah ada yang juga menggelar malam selikuran. Siapa pun boleh melakukan upacara adat. Semakin banyak yang menggelar semakin bagus," kata KP Wirabumi kepada wartawan, Sabtu (25/5/2019).
Menurut dia, waktu penyelenggaraan kirab malam selikuran yang diyakini juga Lailatul Qadar ini, waktu penyelenggaraannya dibuat berbeda, agar tidak terjadi singgungan di lapangan.
Terpisah, Pangageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo mengatakan, dipilihnya masjid Agung ini dikarenakan Kebon Raja atau Taman Sriwedari tengah sedang masa pembangunan masjid Agung.
Karena itu, alternatif lain pengganti lokasi biasa dipakai adalah masjid Agung yang masih di dalam lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
"Sriwedari atau di Masjid Agung, sama-sama tidak masalah," kata Dipokusumo.
Agar tak terjadi gesekan di antara dua kubu, prosesi kirab itu mendapatkan penjagaan ketat dari aparat Kepolisian Polres Solo.
Setibanya di masjid Agung, usai didoakan oleh pemuka agama, tumpeng Sewu itu pun dibagikan pada masyarakat yang sudah menunggu di sana.
Editor: Andi Mohammad Ikhbal