Kalah Cepat dengan Kejagung Usut Mafia Minyak Goreng, KPK Bilang Begini

JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah cepat dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus minyak goreng. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengaku jika pihaknya sudah sempat membahas masalah mafia minyak goreng.
Bahkan menurutnya, permasalahan tersebut sudah ditindaklanjuti hingga ke tingkat Direktorat Penyelidikan KPK. Pembahasan itu dilakukan di awal-awal terjadinya kelangkaan minyak goreng.
Namun memang, diakui Nawawi, kajian itu baru sekadar menghasilkan rekomendasi. Sementara Kejagung sudah lebih cepat melakukan penyidikan dan menetapkan empat tersangka kasus minyak goreng.
"KPK sebenarnya dalam ramai bincang soal mafia minyak goreng ini sudah juga memulai dengan melakukan kajian yang dilakukan Direktorat Monitoring, bahkan hasil kajian ini telah di diskusikan bersama juga dengan Direktorat Penyelidikan," kata Nawawi melalui pesan singkatnya, Jumat (22/4/2022).
"Jika kemudian teman-teman di Kejagung telah dengan cepat dalam kerjanya, tentu itu harus didukung," ujarnya.
Dia mengapresiasi gerak cepat Kejaksaan Agung dalam membongkar praktik mafia minyak goreng. Kerja cepat Kejagung tersebut, dianggap Nawawi, sebagai gambaran bahwa pemberantasan korupsi adalah kerja bersama. Dan koruptor adalah musuh bersama.
"Tentu kita mengapresiasi gerak cepat kerja Kejagung dengan penetapan empat tersangka dalam kasus mafia minyak goreng ini. Kerja Kejagung ini paling tidak memberi gambaran, bahwa semangat pemberantasan tindak pidana korupsi telah menjadi kerja bersama dan bukan hanya urusan KPK," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng. Mereka yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) pada Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana (IWW).
Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) berinisial SMA; serta General Manager PT Musim Mas berinisial PT.
Keempat tersangka tersebut diduga telah melakukan permufakatan jahat. Permufakatan jahat itu terjadi antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng.
Di mana, pemberi izin diduga telah menerbitkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat. Para eksportir ditolak izinnya karena mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau Domestik Price Obligation (DPO).
Kemudian, hasil penyelidikan Kejagung, para eksportir diduga juga tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam Domestik Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen dari total ekspor. Hal itu sempat membuat minyak goreng langka di Indonesia.
Editor: Ahmad Antoni