Kisah Indra Yoga, Santri yang Kini Atlet Disabilitas Andalan Indonesia di Cabor Catur
SOLO, iNews.id – Keterbatasan fisik bukan menjadi halangan untuk meraih prestasi. Itulah tekad yang selalu terpatri pada jiwa Indra Yoga (36), peraih 7 medali emas di ajang ASEAN Para Games (APG).
Indra yang tergabung kontingen catur NPC Indonesia kini membidik medali emas di ajang Asian Para Games (AiPG) pada Oktober 2023 nanti.
Terlahir sebagai disabilitas tunanetra di Cirebon pada 1987, Indra pindah ke Riau dan mengenyam bangku sekolah dasar (SD) di sana. Ia kemudian kembali ke Cirebon dan menjadi santri di salah satu pondok pesantren di Jawa Barat.
Waktu 10 tahun ia habiskan untuk memperdalam ilmu Agama Islam sembari membuka jasa layanan pijat di warung-warung sekitar. Di sela-sela menunggu order, Indra menunjukkan kebolehannya bermain catur dengan melawan orang-orang yang singgah.
Pada tahun 2012, tibalah kesempatan bagi Indra mengikuti pelatihan catur untuk tunanetra yang diselenggarakan di Sentra Wyata Guna Bandung.
Selama 2 tahun, ia mempertajam skillnya dalam bermain catur dan diberi kesempatan unjuk gigi di ajang kompetisi tingkat koordinasi wilayah (Korda) Jawa Barat (Jabar) di Bekasi. Hasilnya ia berhasil menyabet emas di turnamen kelas precision perdananya itu.
“Alhamdulillah saya dapat itu emas. Setelah itu ada pemanggilan pelatnas saya masuk untuk persiapan Singapura waktu itu 2015 ASEAN Para Games,” ujarnya, Minggu (10/9).
Namun, setelah APG Singapura, ia terlempar dari kontingen Indonesia dan hanya terjun di turnamen-turnamen dalam negeri. Selepas Peparnas Jawa Barat 2016, tepatnya pada tahun 2018 Indra berpindah kelas ke B1 karena pengelihatannya yang terus menurun.
Indra pun kembali masuk seleknas dan terjun di APG 2022 Solo dan berhasil menyumbangkan 1 emas kelas B1 beregu putra. Turnamen itu pun menjadi turnamen paling berkesan untuknya.
“Kemudian saya pas ada seleknas masuk lagi. Waktu tuan rumah Solo yang 2022. Karena memang itu event yang sudah ditunggu-tunggu akibat dampak covid. Ekonomi juga yang kami yang merasakan. Memang sulit banget, dan memang sudah ditunggu-tunggu,” katanya sembari mengingat.
Karena punya keseriusan karena memang pilihan untuk usaha itu kan terbatas untuk tunanetra hanya sekadar pijit doang. Kemudian saat itu sudah ada peluang dan sudah masuk juga, walau pun tingkat daerah tapi kan sudah ini bisa untuk kelanjutannya bagus. Bisa untuk timbullah rasa semangat, belajar di rumah mau di mana pun belajar terus.
Selain prestasi, cabang olahraga (cabor) catur menginfluence pandangan hidup Indra. Ia mengaku bahwa sebelum mengenal dunia luar saat pesantren, dirinya bertujuan untuk menghabiskan seluruh masa hidupnya di tempat itu.
“Setalah saya ikut di Wyata Guna Bandung itu di sekolah rupanya banyak tunanetra. Akhirnya saya oh mereka bisa keluarga bisa punya keturunan, brarti saya bisa. Akhirnya saya juga bisa dong. Alhamdulillah sampai sekarang bisa,” jelasnya.
Sikap tawakal atau berserah diri kepada Sang Pencipta lah yang membuatnya sampai sekarang tidak berpindah dari dunia percaturan. Dunia yang ia pilih untuk ditekuni selama 9 tahun terakhir.
“Karena punya keseriusan, memang pilihan usaha itu kan terbatas untuk tuna netra, hanya sekadar pijit doang. Kemudian saat itu sudah ada peluang dan sudah masuk juga, walau pun tingkat daerah tapi kan sudah ini bisa untuk kelanjutannya bagus. Bisa untuk timbullah rasa semangat, belajar di rumah mau di mana pun belajar terus,” katanya.
Editor: Ahmad Antoni