Kisah Perajin Kaligrafi Mujtahid Al Fatah Berjuang Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19
SEMARANG, iNews.id - Pandemi Covid-19 menghantam sendi perekonomian dan semua sektor usaha, termasuk kerajinan kaligrafi. Namun perajin Kaligrafi di Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang Mujtahid Al Fatah berusaha mempertahankan kelangsungan usaha demi syiar Islam yang dilakukannya.
Dia mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, penjualan kaligrafi laku keras. Setiap tiga hari sekali bisa dipastikan ada konsumen yang membeli. Pembelinya dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk mantan Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri juga pernah membeli kaligrafinya.
"Dulu setiap tiga hari sekali, saya bisa menjual lebih dari lima kaligrafi berbagai ukuran. Sejak pandemi Covid-19, omzet anjlok hingga 80 persen," katanya Selasa (27/7/2021).
Meski demikian, perajin kaligrafi lulusan Pondok Pesantren Al - Anwar Sarang Rembang ini tidak mau menutup usaha dan meminta karyawannya untuk berproduksi meski dalam jumlah sedikit.
Sebab, pengasuh Pondok Pesantren DQS Bener, Tengaran ini, menjadikan usaha kaligrafi sebagai bagian dari syiar Islam. "Saya melukan syiar ajaran agama Islam dengan berbagai cara. Usaha kaligrafi ini, juga saya gunakan untuk syiar. Jadi meski kondisi sedang lesu, saya tetap berusaha untuk berproduksi dan memasarkannya sembari syiar," ujarnya.
Dia menceritakan, ini dilakoninya sejak 2008 silam. Saat itu, dirinya masih mengajar di pondok pesantren di Klaten. "Awalnya saya menjualkan kaligrafi dari salah satu produsen. Saat itu, saya hanya keliling satu pekan sekali. Kemudian saya tekuni dan akhirnya bisa produksi sendiri," ujarnya.
Pada awal produksi, ustaz yang akrab disapa Fatah ini, memasarkan kaligrafi ke sejumlah temannya kyai. Akhirnya, mereka tertarik untuk memasarkannya.
Ternyata, laku keras. Kaligrafi buatan Fatah ini diminati konsumen lantaran garapannya halus dan tidak tidak ada penulisan huruf hijaiyah yang salah atau pun kurang. "Kalau dibanding dengan produsen lain, hanya beda tipis. Namun, tetap ada pembedanya. Selain lebih rapi dan penulisnya benar, kaligrafi saya memiliki ciri tersendiri. Saya juga menerima pesanan sesuai permintaan konsumen," katanya.
Meski telah menemukan teknik dan tulisan kaligrafi yang diminati, Fatah tetap menerima masukan dan kritikan dari berbagai pihak. Ini demi perbaikan kualitas produksi. "Saya juga terus bereksplorasi dan melakukan inovasi agar lebih baik dan konsumen bisa puas," katanya.
Sementara dalam memasarkan karyanya, selain melalui sales, dirinya juga memasarkan sendiri. Harganya juga relatif murah, mulai dari Rp300.000 hingga Rp6 juta. "Harga menyesuaikan ukuran dan tingkat kesulitannya," katanya.
Fatah juga memasarkan kaligrafinya di pasar tiban di jalan lingkar selatan (JLS) Salatiga yang buka setiap Minggu pagi hingga siang. Di tempat itu, dia juga sering memberikan hadiah kepada anak-anak yang bisa membaca kaligrafinya dengan benar.
"Anak-anak yang bisa baca, saya kasih satu kaligrafi. Tujuan saya, untuk menyemangati anak-anak agar rajin mengaji (baca Alquran)," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni