get app
inews
Aa Text
Read Next : Dorong Ketahanan Pangan Nasional, Bank Mandiri Bantu Petani Kebumen Hindari Gagal Panen

Lahan Sering Tergenang Banjir, Petani di Banyumas Buat Sawah Apung

Kamis, 03 Januari 2019 - 05:30:00 WIB
Lahan Sering Tergenang Banjir, Petani di Banyumas Buat Sawah Apung
Petani di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas menanam padi di sawah apung. Inovasi pertanian ini dilakukan karena lahan mereka kerap terendam banjir. (Foto-foto: iNews.id/Saladin Ayyubi)

BANYUMAS, iNews.id - Bagi desa yang berlokasi di dataran rendah dengan curah hujan tinggi tentunya akan mengalami masalah dengan sistim pertanian. Namun di Banyumas, Jawa Tengah, ada solusi bagi petani yang ingin tetap bercocok tanam padi meski kondisi desanya terendam air.

Sawah apung kini menjadi tumpuan petani di beberapa kecamatan di Banyumas yang mempunyai kondisi sawah yang mudah terendam air. Salah satunya dilakukan petani di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh.

Mereka kini bisa tersenyum meski kondisi sawahnya terendam air tiap musim hujan. Didampingi petugas dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Banyumas wilayah Sumpiuh, petani membuat media tanam yang terbilang baru yaitu sawah apung.

Inovasi sawah apung ini digagas UPTD DPU Sumpiuh ini dikarenakan kondisi sebagian besar sawah di Desa Nusadadi merupakan lahan yang setiap tahunnya dipastikan tergenang air saat musim hujan. Desa tersebut merupakan dataran rendah atau merupakan wilayah cekungan. Ketinggian air di tempat tersebut sekitar bisa mencapai antara 30-50 cm.

Hal inilah yang menyebabkan wilayah desa ini tidak bisa ditanami padi dengan cara yang lazim. Untuk membuat sawah apung ini diperlukan landasan media tanam berupa bambu dengan ukuran 2 x 4 meter. Bentuk media tanam ini mirip rakit.

Bambu berbentuk persegi panjang mirip rakit inilah kemudian diberi media tanam berupa gulma dari enceng gondok. Kemudian di atasnya gulma di timbun tanah yang gembur dari lumpur sawah. Ketebalan media tanam gulma enceng gondok dan lumpur sawah ini bisa mencapai 15 cm.

Enceng gondok atau gulma lainnya ini berfungsi untuk menutup sela-sela bambu agar tanah sebagai media tanam tidak terjatuh kedalam air dasar sawah. Agar media tanam ini subur kemudian diberi campuran pupuk organik dari air kencing kelinci yang difermentasi. Pupuk ini berfungsi untuk menurunkan penggunaan pupuk kimia.

Pengagas sawah apung, Imam Pamungkas mengatakan, inovasi sawah apung ini pernah mendapat penghargaan juara pertama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2018 dan telah dikembangkan di sejumlah tempat.

Sebelum di Desa Nusadadi, inovasi pertanian ini juga telah dipraktikkan di Desa Plangkapan, Kecamatan Tambak. Dalam perhitungannya, setiap hektare mampu panen 4 ton padi. “Memang kalau dibandingkan dengan sawah biasa produksinya masih kalah, karena sawah biasa mampu memproduksi hingga 6 ton per hectare,” kata Imam.

Pembuatan sawah apung itu sebagai jawaban atas kondisi alam yang terjadi. Namun saat ini kendala untuk membuat sawah apung membutuhkan dana yang tidak sedikit. Diperkirkan pembuatan media tanam dalam satu hektar biayanya mencapai Rp5 juta. Dalam satu musim, biaya total tanam hingga panen mencapai Rp15 juta, namun pendapatan dapat mencapai Rp20 juta.

“Ya, lumayan mahal sih. Kira-kira bisa sampai Rp500.000 habislah per seperempat bau. Tapi, bisa balik modal,” ucap Marfungah, petani asal Desa Nusadadi.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut