Mengenal Imam Bukhari Ulama Hadis yang Gigih Mencari Ilmu
JAKARTA, iNews.id – Bulan Syawal merupakan salah satu bulan istimewa bagi umat Islam. Di bulan itu, juga lahir ulama besar yakni Imam Bukhari. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari.
Dikutip dari Buku Biografi Imam Bukhari karangan Hanif Luthfi yang diterbitkan rumah fiqih publishing disebutkan, Imam Bukhari lahir tepatnya pada 13 Syawal 194 Hijriah atau 21 Juli 810 Masehi di Bukhara atau Buxoro, sebuah daerah di tepi Sungai Jihun, Uzbekistan. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama yang saleh. Bukhara, yang juga disebut sebagai daerah Ma Wara an-Nahr, memang banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan Muslim.
Ketika Al-Bukhari masih kecil ayahnya meninggal, sehingga ibunya merawat dan mendidiknya seorang diri. Biaya pendidikannya itu didapat dari harta peninggalan ayahnya. Ismail; ayah dari Bukhari ini tampaknya memang dari awal suka dan cenderung kepada Hadis Nabawi. Ketika pergi haji pada tahun 179 H, atau 15 tahun sebelum Bukhari lahir, beliau menyempatkan diri menemui tokoh-tokoh ahli hadis seperti Imam Malik bin Anas (w. 179 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Abu Mu’awiyah bin Shalih, dan lain-lain.
Tidak berselang lama Ismail wafat ketika Muhammad masih kanak-kanak. Sebuah perpustakaan pribadi ditinggalkannya untuk Muhammad di samping semangat untuk mengaji hadis.
Dalam keadaan yatim, Muhammad lalu diasuh oleh ibundanya dengan kasih sayang. Dibimbingnya untuk menyintai buku-buku peninggalan ayahnya. Bersama-sama kawan sebayanya Muhammad belajar membaca, menulis, Al-Quran dan Hadis.
Muhammad bin Ismail ketika kecil mengalami rasa sakit yang teramat di kedua matanya, hingga akhirnya mengalami kebutaan.
Keadaan tersebut terus beliau alami hingga suatu ketika Allah mengembalikan penglihatannya berkat usaha yang ditekuni oleh ibunya. Allah benar-benar memberikan kesembuhan kepada Muhammad bin Ismail. Suatu malam, ibunda Al-Bukhari tertidur, dan ia bermimpi melihat Nabi Ibrahim alaihissalam.
Dalam mimpinya Nabi Ibrahim berkata, “Wahai perempuan, sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan putramu, karena banyaknya tangisanmu, atau banyaknya doa yang kamu panjatkan".
Bukhari mulai belajar hadis saat masih muda, bahkan masih kurang dari 10 tahun. Ketika Bukhari berusia 10 tahun inilah Imam as-Syafi'i di Mesir itu meninggal, tepatnya pada tahun 204 H. Maka praktis Bukhari tak pernah bertemu dengan Imam as-Syafi'i.
Mengutip nu.channels, ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya. Saat berusia 10 tahun, Imam Bukhari berguru kepada ad-Dakhili, seorang ulama ahli hadis. Sang Imam tidak pernah absen belajar hadis dari gurunya itu.
Setahun kemudian ia mulai menghafal hadis Nabi SAW. Saat itu ia sudah ditunjuk untuk mengoreksi beberapa kesalahan penghafalan matan maupun rawi dalam sebuah hadis yang diucapkan gurunya. Pada usia 16 tahun, Imam Bukhari sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak.
Imam Bukhari terkenal gigih dalam memburu sebuah hadis. Jika mendengar sebuah hadis, maka dia ingin mendapat keterangan tentang hadis itu secara lengkap. Imam Bukhari harus bertemu sendiri dengan orang yang meriwayatkan hadis tersebut.
Dalam mengumpulkan hadis-hadis itu, Imam Bukhari melanglang buana mulai daerah Syam, Mesir, Aljazair, Basra, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, Kufah, dan Baghdad. Tak jarang beliau bolak-balik ke tempat tersebut karena mendapati keterangan baru atau hadis baru.
Perjalanan panjang itu akhirnya membuat sang Imam dapat mengumpulkan sedikitnya 600.000 hadis. Dari angka tersebut, 300.000 di antaranya dihafal. Hadis-hadis yang dihafal itu terdiri atas 200.000 hadis tidak sahih dan 100.000 hadis sahih.
Editor: Kastolani Marzuki