get app
inews
Aa Text
Read Next : Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa Ramadan 2026 pada 18 Februari, Tarawih Pertama Selasa Malam

Mengenal Jenderal Soedirman, Panglima Besar Asal Purbalingga Tempat Kelahiran Istri Ganjar Pranowo, Siti Atikoh

Senin, 23 Oktober 2023 - 20:13:00 WIB
Mengenal Jenderal Soedirman, Panglima Besar Asal Purbalingga Tempat Kelahiran Istri Ganjar Pranowo, Siti Atikoh
Jenderal Soedirman saat tiba di Jakarta pada 1 November 1946. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, iNews.id - Siapa tak kenal dengan Jenderal Soedirman, Panglima Besar asal Purbalingga yang merupakan salah satu Pahlawan Indonesia ini?

Jenderal Soedirman merupakan salah satu tokoh yang memperoleh pangkat bintang lima pertama, selain Soeharto dan A H Nasution. Soedirman lahir di Purbalingga, yaitu kota di mana istri calon presiden Ganjar Pranowo berasal, yaitu Siti Atikoh Supriyanti

Jenderal Soedirman Lahir di Bodas, Karangjati, Rembang, Purbalingga pada 24 Januari 1916. Ayahnya yang bernama Karsid Kartawiuraji dan Ibunya bernama Siyem. 

Dia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo, tepat setelah ia diadopsi. Karena permasalahan ekonomi, Soedirman muda diasuh oleh pamannya. Setelah diangkat, Sudirman diberi gelar bangsawan Jawa dan namanya menjadi Raden Soedirman. 

Sejak saat itu, Soedirman tumbuh dengan pendidikan etika dan tata krama seorang priyayi serta kesederhanaan sebagai rakyat biasa. Berkat pendidikan sejak dini tersebut, Soedirman menjadi anak yang rajin dan aktif.

Pendidikan

Soedirman pindah ke Cilacap pada tahun 1923. Di usianya yang ke 7 tahun, ia bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS) yang setingkat dengan Sekolah dasar. Setelah selesai, Soedirman melanjutkan studinya di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) yang setingkat SMP. Soedirman kemudian bergabung dengan Perguruan Parama Wiwowo Tomo hingga lulus pada tahun 1935. 

Ia kemudian melanjutkan studi di sekolah guru atau Kweekschool yang diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah di Surakarta. Namun pendidikan Soedirman terhenti pada tahun 1936. Ia kemudian kembali ke Cilacap dan menjadi guru di SD Muhammadiyah.

Selain mengajar, Soedirman juga aktif di kegiatan Muhammadiyah, yakni menjadi anggota Kelompok Pemuda Muhammadiyah. Selain itu, Soedirman juga aktif dalam kegiatan penggalangan dana untuk kepentingan pendidikan dan pembangunan. 

Meski menderita penyakit paru-paru akut, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia mengenyam pendidikan sebagai guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap dan aktif dalam kegiatan kepramukaan Hizbul Wathan.

Era kependudukan Jepang

Ketika Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942, sekolah tempat Sudirman mengajar ditutup dan diubah menjadi pos militer. Saat itu, Sudirman yang dianggap sebagai tokoh masyarakat ditugaskan memimpin tim ke Cilacap untuk menghadapi serangan Jepang. Selain itu, Soedirman juga melakukan negosiasi dengan Jepang untuk membuka kembali sekolah. Upaya itu pun berhasil. 

Pada tahun 1944, Soedirman diundang untuk bergabung dengan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan diangkat menjadi komandan pasukan itu. Jepang mendirikan PETA pada Oktober 1943 untuk membantu melawan invasi Sekutu selama Perang Dunia II.

Di bawah kepemimpinan Jenderal Soedirman, PETA telah menunjukkan kinerja yang sangat baik. Namun di bawah kepemimpinan Kusaeri, PETA berperang melawan Jepang pada tanggal 21 April 1945.

Masa Gerilya Mempertahankan Kemerdekaan

Setelah Jepang menyerah pada Perang Dunia II dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Jenderal Soedirman memerintahkan rekan-rekannya untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Sedangkan Jenderal Soedirman menuju Jakarta. Di sana ia bertemu Presiden Sukarno, yang memintanya untuk memimpin perlawanan Jepang di wilayah kota. 

Namun Jenderal Soedirman menolak permintaan tersebut karena yakin dirinya tidak mempunyai kendali dan pengetahuan medan atas wilayah di Jakarta. Jenderal Sudirman kemudian mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk memimpin pasukan di Kroya yang masuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap saat ini. 

Setelah itu, Jenderal Soedirman kembali dan bergabung dengan tentara pada tanggal 19 Agustus 1945. Saat itu, Belanda sedang berusaha kembali ke Indonesia bersama pasukan Inggris. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk tiga badan sebagai wadah perjuangan massa pada tanggal 22 Agustus 1945, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Indonesia (BKR).

Sementara itu, Jenderal Soedirman membentuk divisi lokal di dalam BKR, setelah itu pasukannya digabung menjadi Divisi V pada tanggal 20 Oktober 1945 oleh Panglima Sementara Oerip Soemohardjo.

Ketika pasukan sekutu tiba di Indonesia dengan maksud awal melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda membonceng untuk turut campur kembali wilayah Indonesia. Akibatnya, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terlibat dalam pertempuran melawan pasukan sekutu, termasuk pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa pada Desember 1945 yang dipimpin Jenderal Soedirman.

Pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, serangan bersama dilakukan terhadap kedudukan Inggris, dan pertempuran yang berlangsung selama lima hari membuat pasukan Inggris terpaksa mundur ke Semarang.

Pada saat Belanda melancarkan Agresi Militer II, Ibukota Negara Republik Indonesia berada di Yogyakarta karena Jakarta telah jatuh. Pada saat itu, Jenderal Sudirman, pemimpin TKR, sedang sakit parah dengan hanya satu paru-paru yang masih berfungsi.

Selama Agresi Militer II Belanda, Yogyakarta juga jatuh ke tangan Belanda, dan Bung Karno, Bung Hatta, serta beberapa anggota kabinet ditawan. Meskipun Presiden Soekarno menyarankan Soedirman untuk tinggal dan mendapatkan perawatan medis, Sudirman merasa dorongan hatinya untuk melawan Belanda dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin TKR lebih penting.

Soedirman kemudian memimpin pasukan dalam perang gerilya dengan menggunakan tandu karena kondisinya yang sangat lemah. Selama sekitar tujuh bulan, dia berpindah-pindah dari hutan ke hutan, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit, sementara obat hampir tidak tersedia. Meskipun begitu, dia selalu memberikan semangat dan petunjuk kepada pasukannya seolah-olah dia tidak merasakan penyakitnya.

Namun, akhirnya dia terpaksa pulang dari medan perang karena tidak lagi mampu memimpin Angkatan Perang secara langsung, meskipun pemikirannya tetap berharga. 

Soedirman, yang pada masa pendudukan Jepang terlibat dalam urusan makanan rakyat dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, bahkan mendirikan koperasi untuk membantu rakyat mengatasi kelaparan.

Jenderal ini yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, meninggal pada usia yang masih muda, yaitu 34 tahun. Pada tanggal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Dia dihormati sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut