Petani Keberatan Dipaksa Beli Pupuk Bersubsidi di KPL, Bupati Blora Surati Pemerintah Pusat
BLORA, iNews.id - Bupati Blora Djoko Nugroho akan berkirim surat kepada pemerintah pusat tentang kebijakan penjualan paket atau intil - intil pupuk bersubsidi di Kios Pupuk Lengkap (KPL). Menyusul keluhan dan keberatan adanya KPL yang memaksa petani membeli paket atau intil - intil pupuk bersubsidi.
"Ya, saya akan berkirim surat sama pemerintah pusat. Mereka tidak merasa tapi praktiknya kan seperti itu, kasihan mereka. Saya sudah nggak mau itu, " kata Djoko Nuguroho usai pimpin rapat komisi pengawas pupuk dna pestisida (KP3).
Jika masih ada KPL yang memaksa petani membeli intil - intil itu, petani diminta protes saja, tidak mau."Ya, protes saja. Saya sudah ngomong sama pabrikan, sama distributor, semua orang sudah denger semuanya, coba kurang apanya saya,” katanya.
Menurutnya, mereka juga melarang untuk memaksa, namun masih disuruh nebus. "Melarang kok masih disuruh nebus, podo ae iku. Makanya bikin pola yang lain subsidi dan non subsidi. Kalau nebus yang Subsidi yo mesti entek e, kalau nonsubsidi ya sakno (kasihan) petanine. Non Subsidi hanya untuk antisipasi kalau kekurangan saja," katanya.
Bupati Blora juga sudah mengeluarkan edaran kepada distributor dan KPL tentang KPL tidak diperkennakan memaksa petani membeli intil - intil atau paket, penjualan pupuk nonsubsidi hanya untuk antisipasi jika alokasi kurang dan penjualan pupuk bersubsidi tidak boleh melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Terpisah, Agus Nugroho selaku petugas penjualan daerah (PPD) di Petrokimia sepakat dengan bupati Blora. Ia juga melarang KPL memaksa petani membei intil-intil.
"Saya juga melarang KPL memaksa petani membeli intil - intil. Kalau menawarkan dna petani mau membeli itu kan tidak masalah. Artinya secara hukum jual beli sah, " kata Agus, Minggu (31/1/2021)
Pihaknya juga akan menindak tegas jika ada kios yang nakal. Yang terbukti menjual pupuk subsidi di atas HET. "Saya sudah buktikan kios di Blora yang dulu jumlahnya enam ratusan, sekarang hanya sisa dua ratusan. Dan saya siap jadi saksi di pengadilan jika terbukti kios itu nakal, " katanya.
Menurut dia, permasalahan pupuk itu bukan hanya di petani dan kios saja. Kebijakan pemerintah juga harus sinkron dengan yang di lapangan.
Bahkan sekarang ini pemerintah juga mengurangi jumlah alokasi pupuk bersubsidi. Dulu lahan satu hektar bisa dapat empat zak sekarang hanya dua zak. Belum lagi permasalahan data kartu tani ada yang eror maupun tidak bisa digunkan lupa PIN-nya.
Di Blora sendiri ada kelompok tani yang dulu kartu taninya masuk di e-rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK) tiba tiba datanya hilang. "Kios sendiri itu wajib menebus seluruh pupuk sesuai alokasi. Sedangkan pendistribusianya bertahap. Kalau pendistribusiannya meskipun dimusim kemarau. Padahal petani butuhnya pupuk dimusim tanam, " kata Agus.
Petani sendiri, lanjut Agus, hanya mau menebus pupuk ketika ia butuh yaitu di musim tanam atau penghujan. Ia tidak mau tahu tokonya kalau pas butuh pupuk harus ada dan gampang. "Regulasinya kan tidak seperti itu, kios harus menebus dulu. Kalau petani tidak mau menebus jatahnya, berarti tahun berikutnya alokasinya di kurangi karena jatah yang kemarin masih ada sisa,” ujarnya.
Kios sendiri masih dibebani dengan biaya registrasi tiap bulanya oleh BRI, padahal mereka membatu mempermudah petani untuk transaksi. Kalau petani harus datang ke BRI tiap mau membeli pupuk itu pun akan memakan waktu lama. Mereka harus antri dulu keburu pupuknya habis.
"Mari kita ajak bersama sama memikirkan solusi terbaik, jangan saling menyalahkan, Pemerintah harus juga tahu kesulitan kios," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni