Rebutan Sandang Pangan di Upacara Ulambana, Ratusan Warga Saling Injak

PATI, iNews.id - Ratusan warga terlibat kericuhan hingga berujung saling injak, saat mengikuti upacara sembahyang rebutan yang digelar di Klenteng Hok Tik Bio, Pati, Jawa Tengah, Rabu (29/8/2018) siang tadi. Ratusan warga yang sudah menunggu sejak siang itu, berusaha saling memperebutkan lima gunungan berisi sayur mayur, makanan dan bahan kebutuhan pokok lain. Tak hanya orang dewasa, sejumlah wanita lanjut usia dan anak-anak juga ikut terinjak-injak, hingga merintih kesakitan.
Kericuhan bermula ketika panitia upacara sembahyang rebutan membuka pintu gerbang Klenteng Hok Tik Bio. Puluhan warga yang sudah menunggu sejak tiga jam sebelumnya langsung berupaya masuk ke dalam halaman klenteng. Mereka berjibaku memperebutkan lima gunungan sandang pangan yang dipersiapkan oleh panitia.
Banyaknya warga yang berusaha masuk, membuat aksi saling dorong demi meraih gunungan pun tak terhindarkan. Akibatnya, sejumlah wanita lanjut usia yang tak kuat menahan dorongan, langsung jatuh tersungkur dan diinjak-injak oleh puluhan warga lain. Tak hanya wanita lansia, sejumlah anak-anak juga ikut terinjak-injak hingga menangis kesakitan.
Dalam waktu kurang dari lima menit, lima gunungan berisi sandang pangan seperti sayur-mayur, pakaian, makanan ringan hinga kebutuhan pokok tersebut, langsung habis diperebutkan warga.
Sejumlah warga yang ikut memperebutkan gunungan tersebut menuturkan, mereka rela menunggu berjam-jam dan harus berdesak-desakan, demi mendapatkan sandang pangan yang diletakkan digunungan. Rencananya, hasil rebutan tersebut akan dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga.
“Nanti makanan dan barang-barang yang didapat di sini mau dibagi-bagi sama keluarga. Biar desak-desakan kami tetap senang bisa dapat bahan pokok gratis,” kata Masirah, Rabu (29/8/2018).
Ritual rebutan gunungan berisi sandang pangan tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan sembahyang rebutan atau ulam bana oleh penganut kepercayaan Konghuchu, yang dipimpin oleh seorang Thang Ki atau pemimpin doa.
Ritual ini selalu digelar oleh klenteng, setiap bulan ke tujuh dalam penanggalan cina. Sembahyangan ini merupakan wujud syukur kepada para dewa, serta upaya umat Tionghoa untuk mendoakan arwah keluarga dan para leluhur mereka, agar mendapatkan tempat yang sempurna setelah meningal dunia,” kata Ketua Klenteng Hok Tik Bio Pati, Eddy Siswanto.
Eddy siswanto menambahkan, ritual ini dulunya terbatas hanya bagi keluarga Klenteng Hok Tik Bio saja. Namun karena antusiasme warga serta wujud keberagaman agama dan budaya di indonesia, pihak klenteng akhirnya mengadopsi budaya jawa dengan filosofi lima gunungan, yang diartikan sebagai “sedulur papat limo pancer”.
Editor: Himas Puspito Putra