get app
inews
Aa Text
Read Next : Keistimewaan Sultan Agung, Bisa Pergi Secepat Kilat Sujud di Makkah Setiap Jumat

Sejarah Perjanjian Giyanti, Siasat VOC Pecah Belah Kesultanan Mataram Islam Jadi Dua

Jumat, 26 April 2024 - 07:31:00 WIB
Sejarah Perjanjian Giyanti, Siasat VOC Pecah Belah Kesultanan Mataram Islam Jadi Dua
Ilustrasi VOC Belanda memecah Kesultanan Mataram Islam lewat Perjanjian Giyanti. (screenshoot Kemdikbud)

MALANG, iNews.id - VOC Belanda benar-benar berhasil memecah belah Kesultanan Mataram Islam. Perjanjian Giyanti dan beberapa perjanjian lainnya memecah wilayah kerajaan di wilayah Jawa bagian tengah dan selatan.

Pascaperjanjian Giyanti yang ditandatangani 13 Februari 1755, wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram Islam kian menyempit.

Perjanjian Giyanti membagi wilayah Mataram di Jawa tengah-selatan menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat. Pada 1755 hingga 1756, Pangeran Mangkubumi yang telah mendirikan sebuah istana sementara di Gamping di barat Yogyakarta sejak 1749.

Kemudian dia bergelar Sultan Hamengkubuwono I mendirikan keratonnya di wilayah yang semula disebut sebagai Hutan Beringan, saat ini menjadi Keraton Yogyakarta.

Bahkan pembagian wilayah pecahan Kerajaan Mataram terus berlanjut pada Perjanjian Salatiga, 17 Maret 1757 sebagaimana dikisahkan dari "Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779 - 1810".

Berdasarkan perjanjian ini, Raden Mas Said, yang juga dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa (1726-1795) diangkat sebagai Pangeran Miji atau setingkat bupati dan diberi sebagian wilayah Kasunanan Surakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati Mangkunegoro I yang bertahta 1757- 1795.

Rupanya, pembagian Jawa yang terjadi dua kali ini di pertengahan abad ke-18 tidak memberikan kepuasan bagi sebagian pihak. Salah satu yang kurang puas itu Pangeran Singosari (1727-1768). Singosari merupakan putra Susuhunan Amangkurat IV, yang bertahta pada 1719 - 1726 dari Ratu Kadipaten sehingga masih terhitung sebagai adik tiri Sultan Hamengkubuwono I, sekaligus paman Pakubuwono III. 

Pangeran Singosari ini juga konon dikenal sebagai Pangeran Arya Prabujaka atau Prabujaya. Dia mulai memberontak kepada keraton kakak tirinya, Pakubuwono II di Kartasura ketika berusia 16 tahun pada 1743. Setelah Perjanjian Giyanti, dia tidak mau tunduk kepada sultan maupun sunan. 

Supaya lebih efektif, dia pergi ke Malang bersama anaknya yang bergelar raden mas. Di Malang, Pangeran Singosari bersekutu dengan bupati setempat, Raden Tumenggung Malayakusuma, yang saudara perempuannya dia nikahi.

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut