Kelenteng Tay Kak Sie dikenal memiliki jumlah dewa-dewi yang dipuja terbanyak di Semarang, termasuk Sam Koan Tay Te, Sam Po Hud (tiga Buddha) dan dewa-dewi lainnya. Klenteng ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya Tionghoa, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
Meskipun sulit untuk menentukan "terbesar" berdasarkan luas bangunan secara pasti, kedua kelenteng ini, Sam Poo Kong dan Tay Kak Sie, secara historis dan kultural merupakan kelenteng yang paling signifikan dan memiliki area kompleks yang luas di Semarang. Keduanya juga menjadi pusat kegiatan keagamaan dan daya tarik wisata utama di kota ini.
3. Kelenteng Grajen (Tian Shang Sheng Mu)
Kelenteng Grajen, yang juga dikenal sebagai Kelenteng Ibu Surga (Tian Shang Sheng Mu), memiliki sejarah yang cukup panjang. Meskipun catatan pasti mengenai pendiriannya sulit ditemukan, diperkirakan kelenteng ini telah berdiri sejak abad ke-19 dan menjadi salah satu pusat peribadatan penting bagi komunitas China di wilayah Grajen dan sekitarnya.
Kelenteng ini memiliki arsitektur khas Tiongkok dengan warna merah dan emas yang mendominasi. Selain altar utama untuk Tian Shang Sheng Mu (Ma Zu), dewi pelindung pelaut dan pedagang, terdapat juga altar untuk dewa-dewi lainnya seperti Hok Tek Ceng Sin dan Kwan Kong.
Kelenteng Grajen sering menjadi tempat berbagai upacara keagamaan dan perayaan tradisional China. Lokasinya yang strategis di pusat kota membuatnya mudah dijangkau.
4. Kelenteng Siu Hok Bio (Kecil)
Meskipun namanya berarti "Kuil Kebahagiaan Kecil," Kelenteng Siu Hok Bio memiliki peran yang signifikan dalam sejarah komunitas China di Semarang. Didirikan pada abad ke-19, kelenteng ini menjadi salah satu tempat ibadah penting, terutama bagi warga China yang tinggal di sekitar wilayah Kranggan.
Kelenteng Siu Hok Bio memiliki arsitektur yang lebih sederhana dibandingkan dengan Sam Poo Kong atau Tay Kak Sie, namun tetap mempertahankan elemen-elemen tradisional China.
Dewa utama yang dipuja di kelenteng ini, Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi), yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Kelenteng ini sering menjadi tempat pelaksanaan upacara sembahyang rutin dan perayaan hari-hari besar keagamaan. Suasana kekeluargaan dan kebersamaan terasa kental di kelenteng ini.
5. Klenteng Wie Wie (Hakka)
Kelenteng Wie Wie memiliki ciri khas karena merupakan kelenteng yang didirikan oleh dan menjadi pusat kegiatan peribadatan bagi komunitas Hakka (Khek) di Semarang.
Komunitas Hakka memiliki sejarah migrasi yang unik dan seringkali mendirikan perkumpulan dan tempat ibadah sendiri untuk melestarikan budaya dan tradisi mereka.
Arsitektur Kelenteng Wie Wie mungkin memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan kelenteng-kelenteng lainnya, mencerminkan pengaruh budaya Hakka.
Dewa-dewi yang dipuja juga mungkin memiliki kekhasan tersendiri yang relevan dengan kepercayaan dan tradisi komunitas Hakka. Kelenteng ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat sosial dan budaya bagi warga Hakka di Semarang.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait