"Dulu saat kondisi usaha transportasi umum masih baik, saya dianggap mampu. Karena itu, saya tidak masuk daftar penerima bantuan. Tapi sekarang kondisinya berbeda dan kami berharap pemerintah bisa memperhatikan nasib para awak angkutan," ujarnya.
Hal yang sama juga dialami oleh sejumlah sopir angkutan umum di Salatiga. Salah seorang sopir angkot Yuliyanto (52) menuturkan, semenjak masa pandemi jumlah penumpang anjlok. Bahkan untuk mencari setoran sebesar Rp40.000 per hari sangat sulit.
"Jangankan cari bayaran (gaji), cari setoran saja susah didapat. Kerja dari pagi sampai sore, dapat uang untuk beli BBM (bahan bakar minyak), operasional dan setoran saja sudah bagus," kata Yuliyanto di Terminal Tingkir.
Untuk menghemat biaya operasional, sopir harus jeli dalam menjalanka armada. Jika penumpang sepi sekali, mereka memilih pulang dengan pendapatan seadanya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait