“Jika kita mencermati data parameter gempa yang terjadi sejak Sabtu pagi dini hari tampak bahwa berdasarkan sebaran temporal magnitudo gempa, maka fenomena tersebut dapat dikategorikan sebagai gempa swarm,” katanya.
Dia menjelaskan gempa swarm dicirikan dengan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu “relatif lama” di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).
“Umumnya penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunungapi. Gempa swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian,” ujarnya.
Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, Daryono mengatakan dari beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan non vulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya sangat jarang.
“Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan,” ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait