Selain bekerja sebagai kusir, Soekaini menurut keterangan warga Tanggulaangin Genuk, dulunya adalah seorang yang dikenal jago silat.
Mbah Soekaini meninggal sekitar 1965 dan jenazahnya dimakamkan pemakaman Ibrahim Fatah di Jalan Woltermonginsidi, wilayah Kecamatan Genuk Semarang.
Menurut penuturan Mbah Juki, anak keempat dari Mbah Soekaini, ayahnya saat kejadian memimpin rombongan kusir. Para kusir biasanya membawa senjata tajam berupa pedang yang disimpan di belakang delman.
“Sampai di Kaligawe, Belanda menyerang. Yang depan bapak saya, dan dari Belanda ada yang tangannya putus. Karena kusir tidak mau membayar tarif terjadilah bentrokan itu. Para kusir Ditembaki oleh tentara Belanda,” ujar di kanal Youtube J Christiono, dikutip Kamis (18/8/2022).
Pada saat terjadi geger Kaligawe, Mbah Juki saat itu masih duduk di Sekolah Rakyat, sekarang setara SD.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, orang-orang masih banyak yang datang ke rumah Soekaini. Selama ini Sukaini juga melatih silat dan mengajar ngaji.
“Ada gemblengan, batu besar dibrukke. Mbah Soekaini jago silat, tidak tahu punya ilmu apa,” ujar Juki.
Editor : Ahmad Antoni
semarang-demak semarang belanda 17 agustus 1945 bentrokan perpustakaan nasional hasil bumi pasar johar
Artikel Terkait