Sanjoto mengisahkan perjuangannya mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman saat perang gerilnya 1948. (Ist)

Dia mengaku terperangah menyaksikan ledakan yang sempat melemparkan truk dan memorak-porandakan penumpangnya. “Saya melongo melihat api yang membumbung menerangi kebun tebu yang semula temaram. Panser yang ada di depan dan belakang truk menyempatkan melarikan diri," ujar Sanjoto.

Atas kejadian tersebut, Sanjoto membagi tiga regu pasukannya. Sanjoto di regu 2 yang akan melakukan pengecekan kondisi pasukan musuh. Sesang regu 1 dan 3 memberikan tembakan memancing reaksi musuh. Regu 2 pun akhirnya maju memgecek situasi dan menemukan banyak tentara Gurkha gugur karena rajau.

"Tubuh mereka banyak yang hancur, akhirnya senjata kami sita dan gunakan untuk bekal berjuang," ujarnya.

Perang bagi Sanjoto harus menghadapi kenyataan menjadi orang yang beringat. Meski bertentangan dengan rasa manusiawi, tapi kadang harus dilakukan daripada menjadi korban dan kehilangan kehormatan.

Sanjoto mengingat betapa sadisnya angkatan udara Belanda dengan pesawat Cocor Merahnya memberondong memberondong tembakan saat dia  menyeberangkan pengungsi dan pejuang di Sungai Bengawan Solo. Saat itu banyak yang gugur dan air sungai itu seketika jadi merah darah," kenangnya.

Dalam momentum Hari Pahlawan 2022 ini, Sanjoto mengaku bersyukur, perang sudah berlalu. Indonesia sudah maju dan pembangunan berjalan. 

"Saya berharap jangan ada perang, kita jaga perdamaian. Jangan mau diadu domba untuk perang. Karena perang akan menyengsarakan semua pihak," ujarnya.


Editor : Ahmad Antoni

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network