Sonaun bercerita, dirinya mendaftar haji tahun 2011 dengan total setoran untuk suami-istri sebesar 50 juta. "Beruntung sekali istri saya itu jualan, jadi saya bisa nabung," ujarnya.
Pembayaran haji dilunasi pada tahun 2020 sebelum adanya kebijakan untuk membatalkan keberangkatan dikarenakan pandemi Covid-19 mengguncang Tanah Air. Suami istri membayar masing-masing 11. 250.000 rupiah. Biaya haji total Rp36,3 juta.
Untuk ukuran petani di Kecamatan Kayen, Sonaun tidak masuk golongan petani kecil, karena dia menggarap lahan seluas 5 hektare. Sonaun menanami lahannya dengan padi dan jagung. "Pernah menanam bawang tapi gagal, harganya anjlok. Setelah itu, saya tanami padi dan jagung terus."
Sonaun termasuk petani yang beruntung, karena 1 hektar sawah dari 5 hektar yang digarap punya sendiri. "Yang setengah hektar warisan orang tua, setengahnya lagi saya beli sendiri, dari jual sapi pejantan tiga ekor, gemuk-gemuk. Awal tahuan 1990an, saya jual 2 juta dan hasilnya dibelikan sawah setengah hektar," ungkapnya.
Sonaun saat masa anak-anak adalah seorang penggembala. Menginjak remaja, Sonaun mulai membantu ayahnya di sawah. "Yang bantu bapak di sawah cuma saya, karena kakak saya perempuan, sementara empat adik saya masih kecil."
Sonaun mengaku penghasilannya dari dunia pertanian selama setahun sekitar Rp250 juta: keuntungan Rp100 juta, biaya produksinya Rp150 juta. "Penghasilan saya Rp250 juta setahun itu rata-rata ya, jika sedang panen bagus dan harganya bagus," katanya.
Ikhtiar Sonaun di bidang pertanian tidak cuma menghantarkannya ke tanah suci menunaikan rukun Islam kelima, tapi juga berhasil membuat anak-anaknya mengenyam pendidikan lebih baik darinya yang cuma lulusan SD, begitu juga istri, cuma lulusan SD. Selain sekolah, anak-anaknya juga mendapatkan pendidikan agama di pesantren.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait