MAGELANG, iNews.id – Borobudur adalah sebuah cerita hidup yang mengalir semenjak awal penciptaan, saat ini hingga masa depan. Seiring dengan perkembangan sektor pariwisata dan penetapan Borobudur sebagai salah satu destinasi super prioritas nasional, semangat dan kreativitas masyarakat lokal mulai menggeliat.
Hal itulah yang melatarbelakangi terbentuknya Masyarakat Saujana Borobudur (MSB). Mereka terdiri dari para pelaku pariwisata dan tokoh masyarakat Borobudur.
Golong Gilig Borobudur menjadi salah satu event perdana yang diselenggarakan Masyarakat Saujana Borobudur. Acara digelar di Marga Utama, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Sabtu (3/4) lalu.
Dalam rangkain acara Golong Gilig Borobudur, digelar pementasan sendratari Maitrakanyaka, sebuah epos dalam Divyavanda 38 dan panil avadana 1 : 106-112 menceritakan seorang anak saudagar kaya yang sukses dalam berniaga yang diberi nama Maitrakanyaka.
Sejak ayahnya wafat, Maitrakanyaka hidup dengan sang ibu yang sangat menyayanginya. Sebagai anak tunggal dia sangat menjaga anak semata wayangnya. Sebagai seorang anak yang tumbuh semakin dewasa dia menyerupai keahlian ayahnya dalam berdagang.
Menginjak dewasa dia menjadi seorang saudagar yang sangat kaya dan tersohor seantero negeri. Sebagai pengusaha sukses dia ingin mengembangkan usahanya menjadi lebih luas ke seberang Samudra.
Dia dan rekan sejawat mempersiapkan diri untuk keberangkatannya. Ibundanya yang sangat menyayanginya menahannya untuk tidak pergi berdagang ke negeri seberang. Dengan kesombongannya dia menolak permintaan ibunya bahkan menedang kepala ibunya dan tetap berangkat berlayar. Ibunya menjadi sedih.
Alkisah dengan kapal besar Maitrakanyaka mengarungi Samudra luas. Di tengah laut kapal besarnya mengalami badai topan yang besar dan bertemu dengan ikan Makarta yang menerjang
Kapal Maitrakanyaka hingga karam digulingkan ikan tersebut di tengah badai alam Samudra yang ganas. Hal tersebut menyebabkan Maitrakanyaka terpelanting terpisah dari kapal dan rekan sejawatnya yang hancur Bersama kapal besar tersebut.
Ketika terpisah, tiba tiba Maitrakanyaka merasa sehat dan bugar. Dia melangkah memasuki sebuah kota bernama Ramanaka dan disambut oleh bidadari surga (apsara) dan tinggal lama di kota tersebut.
Karena penasaran dengan sinar gemerlap yang ada di selatan dia pergi ke selatan dan menemukan kota lagi dan disambut bidadari kembali, hingga 30 bidadari. selanjutnya hal seperti itu, berulang ulang karena sifat tamaknya.
Sampailah dia di kota Ayomaya yang terbuat dari besi. Ketika dia masuk lewat pintu gerbang. Secara tiba tiba pintu gerbang tersebut tertutup secara Otomatis dengan rapat. Semakin dia masuk kedalam kota semakin mencekam namun dia tidak bisa keluar.
Di Kota Ayomaya ini dia bertemu dengan lelaki Jangkung yang bermahkota bola api dikepalanya. Dia menceritakan kenapa dia berada di kota ini, bahwa dia telah memperlakukan ibunya dengan perilaku buruk.
Sontak Maitranyaka teringat ibunya lalu bola api lelaki jangkung tadi berpindah tempat di kepalanya sendiri dan mengakibatkan lelaki jangkung tersebut bebas dari hukuman.
Maitrakanyaka yang telah memiliki bola api dikepalanya tersebut bertanya pada lelaki jangkung sebelum dia pergi. Bahwa selama 60 000 tahun dia akan seperti sekarang ini. Dan Maitrakanyaka merasa menyesal dan menerima karmanya. Dengan keikhlasan hati Maitrakanyaka menerima hukuman ini.
Karena menderita dengan keikhlasan hati yang tulus menanggung kesalahan perbuatannya. Maka sang Maitrakanyaka terlepas dari kutukan laki laki jangkung dan masuk ke syurga Tusita dan kekal disana.
“Pesan yang ingin disampaikan dalam sendratari Maitrakanyaka adalah Janganlah menjadi orang yang serakah, lupa akan ibunya dan berani menanggung perbuatannya sendiri,” kata Lukman Fauzi, Sutradara dan Koreografer Sendratari Sendratari Maitrakanyaka, dalam siaran per, Minggu (18/4/2021).
Dia mengatakan, pementasan sendratari Maitrakanyaka ini dalam rangka acara Golong Gilig Borobudur yang diselenggarakan oleh Masyarakat Saujana Borobudur. “Yakni kumpulan pelaku pariwisata Borobudur sebagai rasa terima kasih kepada pemilik Candi Borobudur dengan mengedepankan kebersamaan dan keberagaman,” ujarnya
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait