Bahkan, mereka memanggil temannya "Susur". Meski dipanggil sembarangan, Pak Kasur tidak marah melainkan malah tertawa terbahak-bahak. Sejak saat itu, dia mulai dipanggil "Kasur".
Kasur merupakan singkatan dari julukan "Kak Soer" yang memang biasa digunakan oleh para anggota Pramuka untuk memanggil sosok yang lebih tua seperti Guru atau Pembina. Nama itu pun lama kelamaan berubah menjadi "Kasur" dan "Pak Kasur".
Ketika tentara Jepang tiba pada 1942, dia berhenti mengajar. Hatinya tidak bisa berdamai dengan kedudukan Jepang di Indonesia saat itu. Setelah itu, dia mencari nafkah dengan berjualan berbagai kebutuhan pokok.
Pada 1946, Soer menikah dengan Sandiah yang dikenal dengan nama Bu Kasur. Pada masa revolusi fisik untuk mempertahankan kemerdekaan, Soer pun meninggalkan Bandung menuju Jakarta.
Pada periode ini, dia menulis lakon atau cerita sandiwara seperti Bandung Lautan Api, Mari Bung Sanggah Kembali dan Pelangi Hijrah.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Pak Kasur menjadi pembawa acara anak-anak di Radio Republik Indonesia (RRI). Selama bekerja di sana, dia banyak menciptakan lagu anak-anak.
Lagu yang familiar di kalangan anak-anak seperti Naik Delman, Sepedaku, Balonku, Potong Bebek Angsa, Kebunku dan lain sebagainya. Selama kurun waktu tersebut, Pak Kasur menciptakan sekitar 140 lagu.
Pada saat TVRI mulai mengudara pada 1962, Pak Kasur dan istrinya yang juga seorang pencipta lagu anak, yaitu Bu Kasur bersama-sama membawakan acara “Mengenal Tanah Air”, “Arena Anak-Anak” dan “Taman Indria Bu Kasur”.
Buah dari kecintaan Pak Kasur dan Ibu Kasur terhadap dunia anak mendorong didirikannya Taman Kanak-Kanak. Setelah pensiun dari dunia penyiaran, dia dan Ibu Kasur mendirikan taman kanak-kanak mini di rumahnya.
Taman Kanak-Kanak ini awalnya didirikan di Jalan H. Agus Salim, Jakarta. Namun karena pembelajaran berlangsung di rumah, sekolah harus berpindah-pindah bersama pemilik rumah.
Salah satu muridnya yang kemudian menjadi tokoh nasional, yaitu Megawati Soekarnoputri. Saat ini, Taman Kanak-Kanak yang dia dirikan memiliki empat cabang, yaitu di Pasar Minggu, Bekasi, Cipinang dan Tangerang.
Dia sendiri meninggal pada 26 Juni 1992. Meski sosoknya telah tiada, namun karyanya masih dikenang hingga saat ini.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait