Soeharto diusulkan kembali menjadi Pahlawan Nasional di 2025. (Foto: Ist)

JAKARTA, iNews.id - Nama Soeharto, Presiden kedua dan terlama Indonesia diusulkan menjadi satu di antara 10 tokoh yang akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Usulan ini menuai pro-kontra dengan segala kontroversinya karena sejumlah kebijakan dan peristiwa kelam sejarah di era kepemimpinan Soeharto.

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Agus Suwignyo menuturkan, Presiden Republik Indonesia ke-2 Jenderal Besar TNI (Purn) HM Soeharto memang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk dijadikan sebagai pahlawan nasional.

Kendati demikian, masyarakat tidak bisa mengabaikan fakta sejarah dan kontroversi Presiden Soeharto di era 1965.

“Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya di tahun 1965,” ujar Agus dikutip dari laman UGM, Rabu (23/4/2025).

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional, seseorang yang diajukan untuk mendapat gelar tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan umum dan khusus. Beberapa di antaranya berkontribusi secara nyata sebagai pemimpin atau pejuang serta tidak pernah mengkhianati bangsa.

Menurut Agus, Soeharto diakui memiliki peran besar ketika memperjuangkan kemerdekaan. Sepanjang meniti karier militer, Soeharto pernah bergabung dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut Kota Yogyakarta dari cengkraman Kolonial.

Kemudian pada tahun 1962, Soeharto naik menjadi Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat. Peran penting Soeharto di berbagai pergerakan militer membuktikan pengaruh kuat dalam kemerdekaan.

“Cara pandang sejarah terhadap Soeharto ini tidak bisa hitam putih. Sebagai pahlawan nasional, tidak bisa mengabaikan fakta sejarah. Tapi tidak bisa juga mengabaikan kontribusinya dalam kemerdekaan,” kata Agus.

Dari sisi kontribusi pada kemerdekaan, diakui Agus memang tidak ada masalah. Namun penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional akan memunculkan sudut pandang kritis, bagaimana seseorang yang pernah menjadi pemimpin dalam kejahatan HAM dan represi kebebasan pers diberi gelar pahlawan.

Sebab itu, Agus menyarankan perlu adanya pengkhususan dan kategorisasi jika tetap memberikan gelar pahlawan nasional pada Soeharto.

"Penulisan sejarah itu harus memperhatikan konteks, ya. Jadi semisal ada kategori pahlawan nasional dalam bidang tertentu, sehingga bisa diberikan gelar namun dalam konteks dan catatan,” ucapnya.

Bukan tidak mungkin seorang tokoh pergerakan juga memiliki catatan kelam semasa hidupnya yang berdampak hingga saat ini. Jika penetapan gelar diberikan konteks dalam bidang atau periode tertentu, pengakuan terhadap kontribusi dapat dilakukan tanpa mengabaikan fakta sejarah lainnya.

Bagi Agus, penulisan dan pengakuan sejarah perlu memperhatikan sudut pandang dan konteks. Hal ini yang akan mempengaruhi penilaian publik di masa kini dan masa depan terhadap sejarah nasional.

Agus juga menegaskan kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada Soeharto. Dia menyebut Syafruddin Prawiranegara contohnya, salah satu tokoh yang dianggap ekstrem ketika menentang sentralisasi kekuasaan di awal kemerdekaan.

Perannya dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958 membuatnya dicap sebagai pengkhianat. Padahal, Syafruddin merupakan tokoh penting ketika pemerintah darurat dibentuk.

"Selain itu, kita belum (memberikan pengakuan) pada berbagai tokoh-tokoh di bidang seni, teknologi, dan pengetahuan. Saya kira perlu ada kajian mengenai pahlawan nasional di luar latar belakang militer,” ujar Agus.

10 Daftar Nama Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 

Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), pakar serta budayawan mengusulkan 10 nama tokoh yang akan menjadi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional 2025.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan, dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru. Sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

“Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Jawa Timur), Jenderal Soeharto (Jawa Tengah), KH Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh) dan KH Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

Sementara empat nama baru yang diusulkan tahun ini yakni Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof Dr Midian Sirait (Sumatera Utara) dan KH Yusuf Hasim (Jawa Timur).


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network