Suasana Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Foto/Angga Rosa

JAKARTA, iNews.id - Legenda asal usul Rawa Pening Semarang, merupakan kisah rakyat dari daerah  Jawa Tengah. Rawa Pening terdiri dari dua kata yakni “Rawa” dan “ Pening”, pening diambil dari bahasa Jawa yang berarti hening.

Danau ini memiliki luas 2.670 hektare berada di dalam 4 kecamatan yang berbeda, yakni Kecamatan Bawen, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.

Di Danau Rawa Pening ini memiliki mitos dan legenda yang cukup menarik dan konon dipercaya oleh masyarakat sekitar. Ingin tahu bagaimana kisahnya, berikut ulasan legenda asal usul Rawa Pening Semarang:

Legenda Asal Usul Rawa Pening Semarang
Dahulu kala terdapat sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Di desa tersebut tinggallah sepasang suami-istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta.

Sudah lama mereka menikah, namun mereka tidak kunjung jua menghasilkan keturunan. Akhirnya Ki Hajar meminta izin pada istrinya untuk pergi gua, dalam menjalankan misinya untuk bertapa, kemudian istrinya pun  menyetujui hal tersebut.

Selama Ki Hajar bertapa, Nyai Selakanta  sabar menunggu kedatangan suaminya. Hari demi hari, minggu ke minggu, bulan demi bulan. Namun sang suami tak kunjung datang, dan hati Nyai Selakanta pun risau mengapa suaminya tak kunjung balik dari pertapaannya selama berbulan-bulan.

Hingga suatu hari, Nyai Selakanta merasakan mual yang sangat hebat. Siang dan malam ia selalu merasa pusing dan mual tak henti-henti. Dan kemudian ia menyadari bahwa ia sedang mengandung anak.

Ia sangat merasa gembira dengan realita tersebut. Hari demi hari , ia merasa perutnya semakin besar, dan tibalah ia melahirkan seorang anak dari dalam rahimnya. Ia sangat terkejut, karena bayi yang dikandungnya bukanlah seorang manusia , melainkan dalam wujud bayi naga.

Baru Klinthing
Anak dari Nyai Selakanta waktu itu dinamakan yakni Baru Klinthing. Dia juga malu dengan warga karena melahirkan seekor naga. Nyai Selakanta berencana membawa Baru Klinthing ke Gunung Telomoyo agar jauh dari warga, dan tidak menghina anaknya yang memiliki fisik tidak sempurna.

Baru Klinthing  remaja muda yang penasaran dengan sosok ayahnya, pergi ke gua di Gunung Telomoyo untuk menemui ayahnya yang sedang bertapa. Dan ibunya menitipkan pusaka tombak pada Baru Klinthing untuk diberikan pada ayahnya.

Baru Klinthing berangkat menuju lereng Gunung Telomoyo,kemudian ia melihat seorang laki-laki sedang duduk bertapa.Kemudian, ia menyampiri sosok laki-laki tersebut yang diduga sebagai ayah biologisnya. Ia kemudian menjelaskan siapa dirinya.

Awalnya, Ki Hajar tidak percaya jika dirinya memiliki anak berwujud seekor naga. Ketika Baru Klinthing menunjukkan pusaka Baru Klinthing kepadanya, Ki Hajar pun mulai sedikit percaya pada anak naga tersebut.

Ia kemudian tidak sepenuhnya percaya dengan pemberian dari Baru Klinthing tersebut. Ki Haji memberikan tantangan pada Baru Klinthing  yaitu melingkari gunung Telomoyo. Dengan kesaktiannya ia berhasil menaklukkan perintah ayahnya, kemudian ki Haji pun percaya.

Ki Haji meminta pada Baru Klinthing untuk bertapa di bukit Tugur, guna merubah wujud aslinya dari manusia naga ke manusia seutuhnya. Dan Baru Klinthing pun mengangguki perintah ayahnya.

Ketika ia sedang bertapa, rombongan warga desa dari Desa Pathok yang tengah berburu berbagai binatang untuk jamuan pesta, ia tak sengaja di lihat oleh warga Desa tersebut. Dan kemudian ia ditangkap, serta bagian ekornya dipotong untuk dijadikan santapan pesta mereka.

Saat pesta berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang anak yang lusuh dan penuh dengan luka, yang tak lain adalah jelmaan dari Baru Klinthing. Ia meminta makanan pada warga setempat, tetapi tak satupun dihiraukan oleh mereka.

Ia pun diusir dari Desa tersebut. Dan saat perjalanan, tak sengaja ia bertemu seorang janda tua nan baik hati, yakni Nyi Latung. Beliau pun mengajak Baru Klinthing untuk ke rumahnya dan menikmati beragam santapan yang nikmat.

Ia berencana membalas tindakan dari masyarakat Desa yang angkuh tersebut dengan meminta Nyi Latung untuk menyediakan alat penumbuk padi , jika ia mendengar suara dentuman yang sangat keras. Dan Nyi Latung pun mengiyakan perintah Baru Klinthing.

Terbentuknya Danau Rawa Pening
Baru Klinthing mengadakan sayembara di Desa tersebut, dan meminta warga untuk sebatang lidi yang tertancap di dalam tanah. Dan para warga pun menyetujui sayembara dari Baru Klinthing.

Mereka tidak ada satupun yang mampu untuk mencabut lidi tersebut. Ketika Baru Klinthing yang mencabut lidi tersebut, seketika air bah muncul dari dalam tanah hingga menenggelamkan desa tersebut beserta seisinya.

Air  bah yang keluar tersebut , kemudian melebar dan membentuk suatu kubangan menyerupai rawa. Dan perintah yang diminta oleh Baru Klinthing pada Nyi Latung rupanya untuk menyelamatkan janda tua tersebut dari air bah yang menenggelamkan Desa.

Kemudian , Baru Klinthing mengubah wujudnya kembali menjadi seekor naga. Dan ia mendedikasikan dirinya untuk menjaga danau rawa tersebut, yang dinamakan saat ini adalah Danau Rawa Pening.

Nilai Moral
Nilai moral dari legenda asal usul Rawa Pening Semarang yakni jangan sombong atas apa yang kita miliki, dan jangan sekali-kali kamu membeda-bedakan seseorang atas dasar fisik yang tidak sempurna. Dan pentingnya menghargai orang lain.


Editor : Ahmad Antoni

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network