SALATIGA, iNews.id - Masjid Damarjati di Dukuh Krajan RT 02 RW V, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Salatiga secara umum bentuk bangunannya tak jauh berbeda dengan masjid lainnya. Namun masjid ini menjadi saksi bisu syiar Islam di Salatiga.
Berdasarkan catatan sejarah masjid tertua di Salatiga ini, menjadi pusat kegiatan agama Islam Tokoh masyarakat Krajan, Edy Trianto Basuki mengatakan, Masjid Damarjati berdiri pada tahun 1826.
Seperti yang terpahat pada prasasti di dinding masjid, renovasi pertama dilakukan pada 1978. Sedangkan renovasi kedua dilakukan pada 2007.
Saat berdiri, bangunan langgar masih sangat sederhana dan tidak luas. Dindingnya terbuat dari papan kayu dan anyaman bambu, sementara atapnya terbuat dari sirap. Namun dari langgar sederhana tersebut, syiar Islam di Salatiga tersebar luas.
"Masjid berdiri pada tahun 1826 di tengah kecamuk perang antara Pangeran Diponegoro dan Belanda. Keberadaan masjid tak lepas dari figur Kiai Ronosetiko dan Kiai Sirojudin yang diyakini berasal dari Mataram," katanya.
Dia mengatakan, berdasarkan cerita para leluhur, dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda, kedua ulama yang juga panglima perang Laskar Diponegoro tersebut memilih cara yang tidak frontal. Kiai Ronosetiko dan Kiai Sirojudin saat itu memilih melakukan perlawanan dengan cara ngayam alas atau gerilya.
Supaya tidak dicurigai Belanda, kedua tokoh tersebut membuka perkampungan baru bersama laskarnya. Kiai Sirojudin membuka perkampungan di Dukuh Krajan, sementara Kiai Ronosentiko babat alas di daerah Bancaan, sekitar tiga kilometer jauhnya dari Krajan.
Belakangan, Kiai Sirojudin mengganti namanya menjadi Damarjati. Hal itu terpaksa dilakukan karena dia berserta Kiai Ronosentiko merupakan sosok yang diburu Belanda. Di Salatiga, kedua ulama tersebut ditugasi untuk mematamatai Belanda. Salatiga sejak dulu memang dikenal sebagai basis militer Belanda di Jawa Tengah.
Mengingat dirinya juga sebagai ulama, Kiai Sirojudin dengan dibantu laskarnya membangun sebuah langgar di perkampungan yang dibukanya. Langgar yang kelak menjadi masjid tersebut oleh Kiai Sirojudin dijadikan sebagai pusat segala aktivitas. "Tidak hanya beribadah, namun juga melakukan syiar Islam kepada masyarakat," ujarnya.
Kiai Sirojudin dikisahkan menetap di Krajan hingga akhir hayatnya. Saat wafat, jenazahnya dimakamkan di seberang masjid. Untuk mengenang jasa-jasanya, warga setempat menamai masjid tersebut dengan nama Masjid Damarjati.
"Dulu, saat Ramadan masjid banyak dikunjungi oleh jamaah. Selain melaksanakan shalat fardhu, mereka memanfaatkan teras masjid untuk beristirahat melepas lelah," ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait