Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan maksud ayat tersebut di atas yakni, barang siapa yang tujuan usahanya hanya semata-mata mencari sesuatu keuntungan duniawi, sedangkan untuk kepentingan akhiratnya tidak terlintas sedikit pun dalam hatinya, maka Allah mengharamkan baginya keuntungan di negeri akhirat.
Sedangkan keuntungan dunia, jika Allah menghendakinya, maka Dia memberinya; dan jika tidak menghendakinya, maka Dia tidak memberikan kepadanya, baik keuntungan di dunia maupun keuntungan di akhirat. Dan orang yang berusaha dengan niat ini memperoleh kerugian di dunia dan di akhirat.
Dikutip dari laman PISS-KTB, asbabul wurud atau konteks historis dari munculnya hadis tersebut Innamal A'malu Binniyati yakni, ketika Rasul SAW tiba di Madinah untuk hijrah, Nabi SAW berkhutbah dengan hadits tersebut.
Rasulullah SAW sudah mengetahui ada seorang sahabat yang melakukan hijrah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Muhajir Ummu Qois, maka Nabi Saw mengingatkannya dan semua sahabatnya akan pentingnya niat di dalam berhijrah.
Rasulullah Saw menghkhususkan hijrah adalah تنبيها على الكل بالبعض (sebagai peringatan untuk keseluruhan dengan menggunakan kata khusus) atau istilah ushul fiqihnya خاص معموم (khusus namun umum jangkauannya).
Ada banyak faedah dan hikmah yang bisa di ambil dalam hadits tersebut, di antaranya :
1. Sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima kecuali berdasarkan niat, misalnya tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niatnya masing-masing.
2. Sesungguhnya manusia diberi pahala dan siksa menurut niatnya, jika niatnya baik, maka amalnya baik. Jika niatnya buruk maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik.
3. Segala perbuatan manusia terdiri atas tiga bagian yaitu; keta’atan, kemaksiatan dan perkara mubah.
Perbuatan maksiat tidak bisa diubah sama sekali dengan niat baik. Seperti seseorang yang mencuri harta orang lain dengan niat untuk disedahkan ke fakir miskin, maka ini hukumnya tetap dosa dan haram.
Ketaatan, segala perbuatan ta’at berkaitan dengan niat di dalam kebsahan dan kelipatan pahalanya. Misalnya ia berbuat taat dengan niat karena Allah Swt bukan karena riya (pamer) untuk org lain maka ketaatannya diterima oleh Allah Swt dan sebaliknya jika niat riya maka ketaatannya akan berubah menjadi maksiat.
Adapun perkara mubah bisa menjadi pahala dengan niat yang baik atau bisa memperoleh pahala yg berlipat dengan niat baik yang banyak.
Wallahu a’lam bish showab.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait