"Kami menentukan wilayah kecamatan yang jauh dari toko retail untuk pelaksanaan operasi pasar minyak goreng satu harga agar tepat sasaran. Karena pemasaran komoditas bersubsidi tersebut memang paling banyak di toko retail," katanya.
Pihaknya tidak menampik adanya indikasi panik buying minyak goreng satu harga di masyarakat dalam situasi seperti saat ini. Tetapi hal tersebut relatif sulit dikendalikan, mengingat selisih harga antara barang bersubsidi dengan nonsubsidi relatif tinggi.
Namun, upaya menyetok barang masih sebatas untuk konsumsi sendiri dan bukan penimbunan. "Memang ada yang beli kemudian dijual lagi, tapi jumlahnya tidak banyak. Karena rata-rata toko retail membatasi jumlah pembelian dengan berbagai cara agar tidak memborong barang," katanya.
Menurut dia, sasaran OP minyak goreng adalah masyarakat umum dan pelaku usaha kecil, seperti penjual gorengan dan warung makan. Diharapkan stimulus berupa OP ke depan dapat mempengaruhi mekanisme pasar, sehingga harga minyak goreng bisa sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait