Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, dari dulu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Tengah paling banyak berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). DPRD Jateng selalu menyampaikan agar Pemprov menggali seberapa besar potensi riil pajak di provinsi ini. Dia juga menyoroti piutang pajak di Jateng yang jumlahnya sangat besar, mencapai angka Rp2 triliun.
"Dewan selalu sampaikan potensi yang sebenarnya berapa? Piutang pajak juga besar mencapai Rp2 triliun. Itu belum diketahui apakah kendaraannya masih bisa dipakai atau tidak. Maka tahun ini perlu adanya validasi data," ujarnya.
Data menunjukkan dari target Rp 5,1 triliun yang ditetapkan, realisasi PKB Jateng di 2021 hanya tercapai Rp4,7 triliun atau 92,23 persen. Sedangkan untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pada tahun 2021 Jawa Tengah mematok target Rp 3,1 triliun dan hanya tercapai Rp 2,7 triliun atau 88,12 persen.
Sriyanto juga menegaskan, perlu adanya inovasi dan terobosan untuk menggenjot pendapatan pajak. Dia mengkritik program Sakpole dan New Sakpole yang digaungkan Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapenda) Jateng yang kontribusinya hanya 1 persen dari total pembayaran pajak. "Sakpole dan New Sakpole hanya ramai di baliho dan medsos, ini yang perlu dievaluasi," tandasnya.
Selain itu, lanjut dia, dari sisi sumber daya manusia (SDM), Bapenda Jawa Tengah sudah terlalu lama dipimpin Pelaksanaa tugas (Plt). Hal tersebut membuat kinerja tak maksimal. "Bu Peni (Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu) juga merangkap Asisten 2 sehingga tugasnya terlalu banyak. Kami berharap dengan adanya Sekda yang sudah definitif, posisi Kepala Bapenda juga diisi pejabat definitif," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu menyampaikan semestinya data yang dirilis Kemendagri tidak hanya persentase, tapi juga nominal pendapatan APBD.
Editor : Ahmad Antoni
apbd pendapatan jawa tengah kementerian dalam negeri kementerian partai gerindra pad sriyanto saputro
Artikel Terkait