Setelah dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan pembacaan teks Pancasila, dilanjutkan pembacaan 7 Sesanti alias Wewarah Pitu, yang berisi kewajiban Warga Sapta Darma. Ajaran yang diturunkan dari leluhur mereka.
“Ratusan orang warga Sapta Darma di sini, walaupun belum semuanya, sudah mencantumkan penghayat pada kolom agama di KTP,” ujar Kundono.
Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Semarang Sugiyarta mengatakan ke depan akan dibentuk Paguyuban Kerukunan Umat Beragama tingkat kecamatan, legal formalnya yakni dengan Peraturan Bupati masih proses.
“Jika di lingkup yang kecil-kecil kerukunan terjaga, maka negara akan kuat. Paguyuban Sapta Darma di sini jadi salah satu pemicu suasana kerukunan di lingkungan dan meluas,” katanya.
Wakil Bupati Semarang M. Basari menyebut Dusun Blater Lor ini sebagai lokasi istimewa. “Semuanya komplit ada di sini, ada Wabup, ada jaksa, agama ada pemeulk kepercayaan, wisata. Kalau dicari di Kabupaten Semarang yang seperti Blater ini tidak ada, dengan beragam kebudayaan dan kepercayaan bisa tercipta kondisi damai dan tenteram,” ujarnya.
Ketua Persatuan Warga Sapta Darma Pusat, Naen Soeryono, yang datang di sana malam itu bercerita jika masuk perayaan Suronan, jadwalnya akan padat berkeliling ke tempat-tempat penganut Sapta Darma di daerah-daerah.
“Di Jawa Timur sudah, mulai Jember, Probolinggo, Pasuruan, besok saya ke Jakarta, Lampung juga mengundang. Hari besarnya Sapta Darma ya Suro. Hakikatnya wujudnya persatuan dan kesatuan, harus menjadi evaluasi diri untuk mencapai kesempurnaan. Mawas diri dalam ajaran Sapta Darma adalah cara untuk mencapai kesempurnaan,” ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait