Penyair Haris Kertorahardjo (kanan) membacakan puisi karya W.S. Rendra (1935-2009) berjudul Khotbah pada acara Komunitas Lima Gunung, Mengenang Rendra di Studio Mendut Magelang. (foto Antara)

MAGELANG, iNews.id – Seniman dari kawasan Gunung Merapi Ismanto membuat patung berbentuk lingga-yoni kontemporer. Patung  tersebut diberi judul Rendra Menyetubuhi Zaman.

Patung tersebut diresmikan bersamaan acara para seniman petani Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang bersama para seniman jejaringnya dari sejumlah daerah mengenang penyair WS Rendra.

Dalam acara tersebut mereka membaca karya-karya WS Rendra di panggung Studio Mendut, 300 meter timur Candi Mendut, Minggu (7/11/2021).

"Patung ini simbol jiwanya yang menyetubuhi zaman. Karya (patung) ini dibuat terkait empat mata angin, gambaran jagat bagaimana Rendra bisa masuk ke jagat apa pun, menguasai setiap rongga, reinkarnasi di banyak bentuk menjadi jiwa-jiwa orang, masuk ke pori-pori, moka di air, kayu, batu, udara," kata Ismanto ketika berbicara soal patung batu itu.

Penyair Indonesia Willibrordus Surendra Broto lahir pada 7 November 1935 dan wafat pada 6 Agustus 2009. Salah seorang tokoh Komunitas Lima Gunung yang berguru kepenyairan dari Rendra, Lie Thian Hauw (Haris Kertorahardjo), menggagas acara itu bertepatan dengan hari kelahiran sang penyair.

Selain bercerita tentang bagaimana Haris belajar membuat karya puisi dan membaca puisi, ia juga membacakan salah satu karya puisi cukup panjang Rendra berjudul "Khotbah", diiringi performa gerak oleh Ismanto dan penari Lyra de Blaw.

"Dia (Rendra) banyak ngajarkan saya menulis puisi. Kegemaran saya terhadap dunia matematika membuat hampir puisi-puisi saya bertema matematika, tetapi tentang bagaimana menghitung perasaan, emosional, kebijaksanaan, tidak ngetung (menghitung) angka, tetapi matematika kehidupan," ujarnya.

Ia menyebut perjalanan cukup panjang dengan Rendra, selain sebagai peristiwa penting dalam jalan kepenyairannya, juga membuatnya paham tentang pentingnya tertib menjalani latihan-latihan.

Budayawan yang juga pendiri Komunitas Lima Gunung Sutanto Mendut mengemukakan tentang kepenyairan Rendra sebagai bagian kekuatan pena pada masanya.

"Sastrawan dulu mungkin kuno, tetapi sekarang pena sudah tidak tajam-tajam, karena hanya menjadi pelepasan kesepian, untuk bikin akun (media sosial, red.) ramai. Sekarang kita sama-sama menikmati pena sedang tidak tajam, tapi hanya ngisi kekosongan batin," katanya.

Ia mengemukakan pentingnya usaha-usaha mengingatkan kembali terhadap karya-karya Rendra dan karya sastra Indonesia.


Editor : Ahmad Antoni

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network