SOLO, iNews.id - Masyarakat sering bingung membedakan nama sebutan Solo, Sala, dan Surakarta. Penulisan dan pelafalannya, ada yang memakai Solo namun ada juga yang memakai Sala.
Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Profesor Warto mengatakan, pada awalnya nama yang benar adalah Sala. Alasannya, dulunya merupakan sebuah desa perdikan yang bernama Desa Sala. Dahulu, desa ini dipimpin seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut Kiai Sala.
“Itu nama yang punya sejarah panjang. Kota Solo yang sekarang kita kenal, awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta (Desa Sala) tahun 1745,” ujar Profesor Warto, Rabu (17/2/2021).
Seiring kedatangan orang-orang Belanda, penyebutan nama Sala yang semula menggunakan huruf a berubah menjadi o. Sehingga pelafalannya berubah menjadi Solo.
“Ingat huruf Jawa o dan a punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau ditaling-tarung jadi o, makanya So–lo gitu. Alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” katanya.
Guru besar bidang ilmu sejarah UNS ini menjelaskan, Desa Sala yang awalnya merupakan desa perdikan berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.
Pemilihan Desa Sala sebagai lokasi baru keraton didasarkan pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. Van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat peristiwa Geger Pecinan.
Dalam sejarahnya, Geger Pecinan terjadi akibat pemberontakan pada tahun 1740 yang berhasil menghancurkan Keraton Kartasura. Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Raja Pakoe Boewono (PB) II yang kala itu berkuasa, menganggap lokasi keraton sudah kehilangan kesuciannya.
Sehingga berinisiatif memindahkannya ke lokasi yang baru. Selanjutnya terpilih Desa Sala sebagai lokasi baru keraton.
“Sala itu sebuah desa yang ditempati untuk Keraton Surakarta Hadiningrat dengan penguasaannya Pakoe Boewono. Apa bedanya Sala dengan Surakarta? Kalau Surakarta adalah nama kerajaan sama dengan Keraton Kartosuro setelah pindah ke Desa Sala,” katanya.
Seiring perjalanan waktu, Surakarta yang merupakan nama dari sebuah keraton ditetapkan menjadi nama resmi kota administratif. Sehingga untuk nama resmi, penulisan yang benar adalah Kota Surakarta.
Sedangkan nama Solo atau Sala, adalah penyebutan populer atau yang umum di masyarakat bagi kota yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo tersebut.
“Perbedaan istilah tidak mengubah substansi, ya tetap sama,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS ini.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait