Puncaknya terjadi pada Kongres 2020 berupa pelanggaran terhadap UU Partai Politik No.2 tahun 2008 dan UU Partai Politik No. 2 tahun 2011 yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY.
Antara lain, pertama AD/ART dibuat di luar Kongres, kedua SBY menjadikan dirinya sebagai penguasa tunggal partai dengan jabatan sebagai Ketua Majelis Tinggi yang memiliki kewenangan melebihi kedaulatan anggota partai.
"SBY membangun tirani politik sebagai penguasa tunggal guna mempertahankan dinastinya melalui AD/ART yang mematikan demokrasi dan hak-hak anggota. AD/ART tersebut dibuat sehingga tidak memungkinkan selain KMT (Ketua Majelis Tinggi) untuk membuat keputusan tentang : KLB, Calon Ketua Umum, Pejabat Ketua Umum, Pejabat Majelis Tinggi, calon Presiden, calon Ketua DPR, penentuan koalisi partai dalam Pilpres, penentuan calon gubernur," ungkapnya.
Yahya melanjutkan, SBY memberikan kekuasaan absolut kepada AHY sebagai Ketua Umum PD untuk: menunjuk dan memberhentikan pengurus DPD, DPC, calon bupati dan walikota, menentukan koalisi pilkada di daerah.
Bangunan tirani kekuasaan absolut keluarga tergambar sebagai berikut yang mencerminkan bukti kudeta terhadap kewenangan anggota dan kader partai: SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi dan AHY sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi dan AHY sebagai Ketua Umum
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait