SOLO, iNews.id – Dua dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dr Tonang Dwi Ardyanto dan dr Hendrastutik Apriningsih mengingatkan masyarakat untuk bersiap menghadapi mutasi baru Covid-19. Pemerintah Indonesia kini tengah mewaspadai masuknya Covid-19 varian Mu dari luar negeri.
Sejak pertama kali ditemukan di Kolombia, Covid-19 varian Mu yang memiliki nama lain B1.621, sudah menjadi perhatian WHO. Tercatat Covid-19 varian Mu telah ditemukan di Finlandia, Korea Selatan, Ekuador, hingga Jepang.
Melihat adanya peluang penularan Covid-19 varian Mu di tanah air, dua dosen FK UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto dan dr Hendrastutik Apriningsih menyampaikan sejumlah hal kepada masyarakat untuk bersiap menghadapi mutasi baru Covid-19.
“Nasyarakat tetap harus mematuhi protokol kesehatan (prokes). Ada atau tidak varian baru Covid-19, masyarakat harus tetap menjalankan prokes,” kata dr Tonang Dwi Ardyanto melalui siaran pers Humas UNS, Kamis (23/9/2021).
Tonang Dwi Ardyanto yang juga juru bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit (RS) UNS mengatakan, masyarakat harus tetap mendapatkan vaksinasi Covid-19.
“Menurut kita fokusnya adalah tidak mencari yang Mu yang mana. Jadi, tenang saja tetap jaga prokes. Tentu vaksin tetap kita jalankan. Ada tidak ada vaksin harus prokes dan ada prokes pun ya harus vaksin juga. Jadi, dua-duanya kita jalankan dengan baik,” ujarnya.
Dikatakannya, ketika muncul varian baru dari hasil mutasi Covid-19, secara logis tingkat efektivitas vaksin akan menurun. Sebabnya, vaksin Covid-19 yang tersedia, sudah diproduksi sebelum varian baru Covid-19 muncul.
Namun, ia meminta masyarakat tidak meremehkan manfaat dari vaksin Covid-19. Karena tingkat kesakitan dan kematian yang dapat disebabkan varian baru Covid-19, tidak akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang yang belum divaksin Covid-19.
“Contoh di Inggris walau ada varian Delta, tetap angka kematian lebih tinggi pada yang belum divaksin. Sekarang yang ramai Singapura, karena mereka baru terkena varian Delta dan ketahuan bedanya, ketahuan mana yang belum dan sudah divaksin,” ucapnya.
Mengenai imunitas tubuh manusia, dr Tonang menyatakan tubuh manusia memiliki dua sistem imun. Pertama sistem imun bawaan yang didapat sejak lahir, dan kedua sistem imun yang didapat dari rangsangan suatu antigen.
Dua sistem imun itu dinilai sama-sama penting. Sebab, dengan adanya dua sistem imun tersebut membuat tubuh menjadi semakin mudah mengenali virus yang masuk.
Oleh sebab itu, ia menilai tidak tepat jika ada orang yang menolak divaksin Covid-19 karena merasa sudah memiliki antiobodi.
“Ibaratnya, imunitas bawaan seperti tentara garis depan. Dari lahir perlu dilatih, tapi untuk antibodi sifatnya baru ada ketika ketemu benda asing, entah virus atau bakteri. Nanti, ketika virus X masuk, antibodi kita mengenal, langsung hancurkan,” katanya.
Berkenaan dengan beragamnya varian baru Covid-19, ia menyebut semakin banyak mutasi yang dilakukan suatu virus, maka tingkat keganasannya semakin berkurang.
Namun, ia meminta masyarakat tidak lengah. Sebab, walau tingkat keganasan varian baru Covid-19 dinilai akan berkurang, namun potensi penularannya tetap ada.
Dirinya tidak ingin kembali terjadi membludaknya antrean RS seperti pada bulan Juni-Juli lalu, ketika Covid-19 varian Delta menyebar.
“Dalam konsep teoritis alamaiah ketika virus semakin cepat menular, maka biasanya akan disertai dengan penurunan tingkat keganasan. Terbukti sebenarnya Delta kecepatan menularnya tinggi, beberapa negara angka kematian karena Delta sebenarnya lebih rendah. Persoalannya nanti kalau yang tertular banyak, RS tidak mampu menampung,” katanya.
Sementara itu, dosen FK UNS lainnya, dr Hendrastutik Apriningsih mengatakan, mutasi merupakan suatu kebutuhan dari virus untuk tetap dapat hidup.
Pada kasus menularnya Covid-19, dia menjelaskan penyakit ini memiliki gejala-gejala yang umum. Artinya, orang yang sudah terjangkit Covid-19 akan merasakan batuk, sesak napas, pilek, hingga kelelahan.
Namun khusus untuk Covid-19 varian Mu, ia mengingatkan jika mutasi baru ini akan memunculkan gejala-gejala yang lebih spesifik. Seperti, batuk yang lebih dominan, demam tinggi, dan anosmia.
”Untuk gejala Mu ini hampir sama. Namun ada tiga yang lebih sering dialami apabila mengalami infeksi Mu. Untuk penanganan medis sebenarnya tidak terlalu berbeda, dan untuk pencegahan agar tidak terinfeksi juga sama dan yang penting itu prokes dan menjaga kebersihan,” ujar dr Hendrastutik Apriningsih.
Untuk mengantisipasi masuknya Covid-19 varian Mu ke Indonesia, dia berharap pemerintah memperketat akses keluar-masuk Indonesia. Baik warga negara asing atau warga negara Indonesia yang masuk ke tanah air.
Pemerintah diharapkan untuk memperlama masa karantina. Tujuannya agar Covid-19 varian Mu dapat terdeteksi. Ia tidak ingin kasus penularan Covid-19 melonjak seperti yang terjadi pada Juni-Juli lalu ketika varian Delta merebak di Indonesia.
“Harapannya, agar memperketat dari luar (luar negeri). Misalnya, dari luar masuk ke Indonesia harus dilakukan karantina dalam waktu yang lebih logis dan lama daripada Delta masuk, karena karantina tidak terlalu lama,” tuturnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait