2 Pakar Kesehatan UNS Solo Luncurkan Buku Bahas Tuberkulosis Laten
SOLO, iNews.id – Dua pakar kesehatan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo meluncurkan buku meluncurkan buku yang membahas mengenai penyakit tuberkulosis. Buku berjudul "Sitokin dan Kemokin: Biomarker Tuberkulosis Laten".
Buku merupakan karya Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) UNS Solo Prof Reviono bersama Dr Bobby Singh.
“Buku ini berisi tentang tuberkulosis laten sebagai bagian dari eliminasi tuberkulosis Indonesia di tahun 2035 mendatang. Targetnya, tinggal 10 persen atau mengalami reduksi 90 persen penderita TB sejak 2015 dan angka kematiannya juga berkurang hingga 95 persen,” kata Prof Reviono yang juga merupakan Dekan FK UNS melalui siaran pers, Senin (20/3/2023).
Dikatakannya, pada kejadian TB diawali dengan masuknya kuman patogen TB. Pada sebagian besar host akan direspons secara adekuat oleh sistem imun host, membatasi pertumbuhan bakteri, dan mencegah terjadinya infeksi. Tidak semua orang yang terpajan patogen TB akan berkembang menjadi penyakit TB.
“Sekitar 30 persen orang yang terpajan kuman TB akan terinfeksi TB, sementara 70 persen tidak terinfeksi. Dari pasien yang terinfeksi TB, sekitar 5 persen akan berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun pertama infeksi dan 95 persen mengalami infeksi TB laten. Setelah 1 tahun, sekitar 3-5 persen pasien dengan TB laten akan berkembang menjadi TB aktif dan sisanya akan tetap memiliki TB laten sepanjang hidup,” katanya.
Sementara, Dr dr Bobby Singh menuturkan, dengan adanya temuan dan kebaruan ini diharapkan dapat menjadi upaya dalam memberantas kasus TB di Indonesia.
“Melalui Sitokin dan Kemokin ini, semoga yang selama ini buat tes mahal, diharapkan bisa lebih murah dan efektif,” tutur Bobby.
Mantan Dirjen Kemenkes, Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, TB laten merupakan kondisi ketika orang-orang yang tidak sakit atau tidak bergejala, tetapi dalam tubuhnya terdapat kuman TB. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang membuat TB sulit dieliminasi. Ia juga mengapresiasi atas temuan baru FK UNS untuk mendiagnosis TB laten.
Apresiasi juga datang dari Prof Agus Dwi Susanto selaku Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
“Saya merasa bangga atas hasil temuan teman-teman FK UNS. Sebenarnya, TB sudah menjadi masalah di Indonesia sejak lama, oleh karena itu diperlukan juga peran dari para dokter paru. Salah satunya dengan peluncuruan buku yang diharapkan dapat membantu dalam penanganan TB di Indonesia,” tutur Agus.
Ketua Tim Kerja Tuberkulosis (TB) Kemenkes, dr Tiffany Tiara Pakasi menjelaskan mengenai tiga masalah besar yang dihadapi Indonesia dalam memerangi kasus TB. Pertama, Indonesia saat ini menduduki peringkat 2 dunia berdasarkan perkiraan jumlah kasus TB di dunia.
“Kedua, minum obat TB perlu waktu yang lama dan konsisten. Kadang, pasien di tengah-tengah pengobatan sudah merasa sehat, sehingga tidak melanjutkan minum obat. Ini yang perlu kita ingatkan lagi ke masyarakat untuk menyelesaikan pengobatan. Kita juga masih punya masalah infeksi TB laten yang kalau tidak segera diselesaikan bisa menjadi TB aktif dan akan terus berjalan menjadi lingkaran setan,” ujar Tiffany.
Perwakilan Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, dr Lily Sri Wahyuni Sulistyowati mengatakan, TB laten dapat menjadi salah satu faktor penularan. Ia berharap melalui temuan ini dapat menurunkan jumlah kasus TB di Indonesia.
Konsil Kedokteran Indonesia, dr Vonny Nouva Tubasgu menjelaskan, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang, termasuk juga ilmu kedokteran.
“Saya menyambut gembira adanya biomarker Tb laten ini. Saya berharap, dengan pemeriksaan ini bisa lebih akurat, sensitif, dan bisa digunakan untuk menjangkau masyarakat luas. Harapannya, jika jangkauan luas, bisa lebih signifikan dalam menurunkan penularan TB di Indonesia,” ucap Vonny.
Editor: Ary Wahyu Wibowo