get app
inews
Aa Text
Read Next : Jalan Kaligawe Semarang Diberlakukan Sistem Buka Tutup, Ada Perbaikan Jalur Rel

Cerita Kapten CPM Punawirawan Sanjoto, Memburu DN Aidit saat Singgah di Rumah Peterongan Semarang

Kamis, 26 November 2020 - 12:51:00 WIB
Cerita Kapten CPM Punawirawan Sanjoto, Memburu DN Aidit saat Singgah di Rumah Peterongan Semarang
Kapten CPM Punawirawan Sanjoto berada di rumahnya setelah direnovasi, di Jalan Belimbing Raya No 34 Peterongan Semarang. (Sindo Media/Ahmad Antoni)

SEMARANG, iNews.id – Rona bahagia bercampur haru terpancar pada raut wajah Kapten CPM Purnawirawan Sanjoto. Sanjoto tak mengira rumah yang ditempati selama puluhan tahun, dalam 2 bulan berubah lebih bersih dan tertata rapi setelah direnovasi.

Rabu (25/11/2020) kemarin, ia dan keluarga kembali bisa menempati rumah penuh kenangan sejarah itu setelah diserahterimakan oleh Kasdam IV/Diponegoro, Brigjen TNI Widi Prasetijono mewakili Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Bakti Agus Fadjari.

Sanjoto adalah veteran perang Kemerdekaan RI di Kota Semarang yang pernah terlibat langsung memburu DN Aidit, pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang paling bertanggung jawab atas peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S/PKI).

Nah, rumah yang kini telah direnovasi melalui program bedah rumah yang dilakukan oleh DPD REI Jateng dan Denpom IV/5 Semarang, ternyata pernah menjadi tempat persinggahan DN Aidit dan gerombolannya.

Saat ditemui pada akhir bulan September 2020, Sanjoto menceritakan bagaimana detik-detik penggerebekan terhadap DN Aidit dan gerombolannya saat singgah di Kota Semarang, seminggu setelah peristiwa G 30 S PKI tahun 1965. “Sebuah rumah di Jalan Belimbing Raya No 34 Peterongan Semarang diketahui menjadi tempat singgah DN Aidit dan gerombolannya,” kata Sanjoto, mengawali ceritanya.

Sanjoto yang saat itu masih berpangkat Peltu menuturkan, satu minggu setelah peristiwa G 30 S/PKI dirinya mendapat pemberitahuan dari pusat dan panglima bahwa yang mengendalikan G 30 S itu adalah PKI.

“Atas perintah panglima sama komandan saya (Kolonel Sumaedi) diperintahkan regu saya dan pimpinan saya mampir ke Kodim (0733/BS) Semarang. Namun saat itu Komandan Kodim (Dandim) yang baru tak ada, yang ada kepala stafnya namanya Mayor Riyadi,” katanya.

“Loh ada apa pak, saya itu diperintahkan sama komandan saya mencari rumah di Peterongan yang digunakan transit DN Aidit cs dari Jakarta. Wah kebetulan itu depan rumah saya banyak kendaraan , saya lari ke sini sama pak Wiradi (almarhum) di situ bendera-bendera PKI itu banyak. Dari sejumlah tetangga bilang kalau 2 jam lalu sudah berangkat (melarikan diri). Waduh ketinggalan,” beber Sanjoto yang saat itu bertugas sebagai anggota Intel Pomdam.

Ketika DN Aidit singgah di rumah Jalan Belimbing, dia telah mempersenjatai diri menjaga segala kemungkinan jika ada perlawanan dari komplotan PKI. “Waktu Aidit transit, saya dengan senjata lengkap, bawa 2 senjata salah satunya pistol. Saat perburuan waktu itu, saya bersama dengan 2 anggota Kodim dan 3 anggota CPM,” sebutnya.

Ia menambahkan, saat itu dirinya secara kebetulan telah membaca keadaan di dalam ruangan. Ternyata rombongan DNA (DN Aidit) pergi ke timur (Solo). “Lantas saya telpon sama komandan, saya laporan bahwa 2 jam yang lalu sudah tak ada, lari ke timur. Di solo komandan saya telpon Dandenpom Solo dijawab sudah diberondong (tertangkap di Solo),” ujar pria kelahiran 17 November 1930 ini.

Kini, rumah yang sempat menjadi persinggahan gembong PKI DN Aidit itu ditempati Sanjoto bersama istri dan keluarganya. Menurut pengakuannya, dirinya menempati rumah di Jalan Belimbing Raya 34 Peterongan sejak tahun 1969. Namun demikian, saat itu rumah dalam kondisi kosong dan sempat disita negara. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, rumah tersebut kembali bisa ditempati Sanjoto setelah pemerintah mengetahui jika dirinya merupakan pejuang veteran kemerdekaan RI.

Untuk diketahui, Kapten Sanjoto juga pernah terlibat dalam Dwikora mengawal Jenderal Ahmad Yani di Singkawang, Kalimantan Barat. Dia adalah prajurit Corps Polisi Militer yang ikut serta mengamankan dan mengawal Jenderal Ahmad Yani dan sejumlah perwira tinggi lainnya dalam persiapan konfrontasi dengan Malaysia.

Sanjoto juga mengisahkan ikut berperang di usia 12 tahun. Ia bergabung dengan organisasi kepemudaan atau Angkatan Muda Surakarta. “Saat itu saya ikut mengusir penjajah Jepang. Pokoknya ikut saja dan tidak pernah takut mati, terutama saat mendapatkan senjata bekas Kempetai atau Polisi Militer Jepang. Saya membawa senjata Arisaka dan pistol Nambu buatan Jepang. kemana-mana bersama pemuda lainnya saya bawa senjata itu,” ujarnya.

Baru setelah merdeka, Sanjoto masuk dalam barisan Badan Keamanan Rakyat (BKR) cikal bakal TNI. Dia mendapat pangkat Letnan Muda, meski tak pernah menyandang pangkatnya di pundak maupun lengan bajunya.

Bertugas sebagai pasukan pengawal, Sanjoto pernah mendapatkan perintah mengawal dan menyeberangkan Panglima Besar Jenderal Soedirman saat bergerilya di wilayah Wonogiri hingga masuk Jawa Timur. Gerilya dengan keluar-masuk hutan dilakukan bertahun-tahun saat pendudukan Belanda. Dia memimpin pasukan hingga pernah melakukan peledakan bom yang di jalan yang dilintasi konvoi panser Belanda.

Sanjoto kemudian masuk dalam barisan Corps Polisi Militer dengan pangkat Sersan Satu. “Berulang kali saya juga melakukan pengawalan sampai pada Jenderal Ahmad Yani. Saat membentuk Batalyon Banteng Raiders di Bulakamba Tegal pun saya juga ikut terlibat pengawalan. Sampai kedatangan Bung Karno saya juga yang mengawalnya,” ceritanya.

Sementara, sebelum rumahnya direnovasi, Sanjoto sempat dikunjungi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat nyepeda ke daerah Peterongan Semarang Selatan. Saat bertandang ke rumah mantan pengawal dan pengaman rute gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman saat di Wonogiri 1948, Ganjar merasa prihatin menyaksikan rumah Sanjoto yang sudah tak layak huni.

Ganjar yang datang bersama Dandenpom IV/5 Semarang Mayor CPM Okto Femula menyampaikan ingin merehab rumahnya yang rusak parah. Gubernur menunjuk Dandenpom IV/5 Semarang untuk mengatur proses rehab atau bedah rumah dan akhirnya menggandeng REI Komisariat Semarang dan Solo untuk menangani.

“Kami langsung bertindak cepat dengan menggandeng REI Jateng (Solo dan Semarang). Kebetulan mereka adalah mitra kami yang selalu memberi support untuk rehab rumah veteran maupun asrama prajurit. Dibantu dengan CSR mereka lah kita akan bisa mewujudkan harapan Pak Sanjoto tinggal di rumah yang layak,” kata Mayor CPM Okto Femula.

Kapten CPM (Purn) Sanjoto pun merasa haru menerima penyerahan rumah hasil bedah rumah. "Saya awalnya tidak percaya ketika Pak Ganjar dan Pak Okto ke rumah dan menyatakan niatnya untuk merenovasi. Saya diminta berdiam diri di rumah kontrakan untuk penampungan. Tahu-tahu setelah hampir 2 bulan rumah saya sudah jadi bagus dan lengkap diisi perabot baru. saya bersyukur semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya," kata Sanjoto.

Kasdam IV Diponegoro Brigjen TNI Widi Prasetijono mengatakan bahwa para veteran perlu perhatian karena apa yang telah diperbuat dan diperjuangkan tak pernah bisa dinilai dan dihargai yang sebanding.

"Perhatian dalam bentuk bedah rumah ini meski belum sebanding dengan jasa pengorbanannya, minimal bisa bisa memotivasi generasi muda agar bisa mengenang dan menghormati jasa pendahulu. Bahkan juga termotivasi untuk meneruskan cita-citanya membangun bangsa ini lebih baik," kata Kasdam.

Editor: Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut