Cerita Sukses Pelaku UMKM, Bisnis Berkembang Omzet Meningkat berkat Pendampingan Pemprov Jateng
SEMARANG, iNews.id – Dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) semakin terasa dampaknya. Para pelaku UMKM mengalami peningkatan kualitas, produksi hingga pemasaran setelah mendapatkan pendampingan dari Dinas Koperasi (Dinkop) dan UMKM Pemprov Jateng.
Seperti halnya yang dirasakan Dina Julianti (44), warga Perumahan Graha Taman Bougenvile No 90 Durenan Indah, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Dina, begitu ia akrab disapa, mengalami peningkatan dalam mengembangkan bisnis rumahan membuat kue ulang tahun (ultah) usai mengikuti pelatihan yang diinisiasi Balai Pelatihan Koperasi (Balatkop) dan UMKM Provinsi Jateng.
Sebelumnya, ibu tiga anak itu harus jatuh bangun merintis usaha rumahan yang sama sekali belum pernah ia geluti. Namun, pengalamannya bekerja di beberapa perusahaan menjadikan modal Dina dalam merintis bisnis kue ultah.
Dia pernah bekerja di sebuah maskapai penerbangan bagian tiketing, menjadi tour leader di biro wisata hingga sales marketing di sebuah hotel di Magelang.
“Saya pernah kerja di hotel sejak tahun 2013, setelah itu saya resign 2018, karena di rumah punya baby (balita),” ungkap Dina. Selama di rumah dia mencoba mengisi kegiatan dengan berjualan ayam kremes, pesanan nasi boks hingga snack. “Waktu itu tahun 2018, sebelum pandemi pesanan lumayan. Tiap bulan ada, tapi manajeman belum ada,” ujarnya kepada iNews.id.
Namun omzet penjualan ayam kremes mengalami penurunan drastis karena terdampak pandemi Covid-19 pada tahun 2019. Pemberlakuan PPKM dan sebagainya membuat pesanan merosot. “Misalnya dalam sebulan biasanya Rp3 juta turun sampai Rp800.000. Saya pun harus putar otak. Saya berpikir usaha apa yang di masa pandemi tetap berjalan walaupun di rumah saja,” ujarnya.
“Akhirnya saya memutuskan usaha membuat kue ultah. Walaupun pandemi, namun untuk merayakan ulang tahun keluarga inti tetap membutuhkan kue ultah. Dari situ malah banyak peminatnya. Saat itu mulai tahun 2020,” ujarnya.
Seiring perjalanan waktu, orderan kue ultah sudah mulai berjalan melalui online hingga saat ini. Namun diakuinya, manajemen pengelolaan masih berantakan. “Ya karena kita usaha masih coba-coba, tidak ada dasarnya, pengetahuan bisnis juga masih nol,” ungkapnya.
Usaha demi usaha pun dilakukan Dina. Dia mendapatkan ‘titik terang’ dalam pengembangan bisnis rumahan kue ultah yang bernama Grace Snack & Catering. Hal itu setelah dia mengikuti pelatihan di Balatkop Jateng.
“Saat itu (akhir 2022), saya lihat di Instagram ada pelatihan berjenjang Balatkop untuk manajemen usaha keuangan. Seakan menjawab kebutuhan saya, karena selama ini kelihatan orderan banyak, tapi duitnya gak ada lari ke mana kayak ada tuyul,” kata Dina.
“Saya coba daftar dan masuk lolos level 1 diadakan Februari 2023. Namun omzet sempat turun drastis, karena pada Februari agak low seasion jualan di Januari,” katanya. Dia menyebutkan, awalnya menjual kue mulai harga Rp60.000 untuk ukuran16 cm. Untuk yang paling besar ukuran 24 cm seharga Rp260.000.
“Sekarang harganya mengikuti, yang Rp60.000 sekarang sudah Rp130.000,” ujarnya. Setelah mengikuti pelatihan yang mengajarkan manajemen produksi, pemasaran, Dina kemudian memberanikan diri hingga memperkerjakan karyawan yang merupakan tetangga di lingkungan perumahan, pada bulan Juni 2023.
“Pelatihan (Balatkop) itu, saya merasakan efeknya, omzet naik dari 3-4 kali dalam 3 bulan (belasan juta) dari sebelum ikut pelatihan. Saat ini sudah merambah ke wedding tar, selain pesanan, ada cake, snack acara,” ujar Dina.
Menurutnya, materi yang diajarkan di Balatkop telah menjawab kebutuhannya dalam mencari uang yang ‘hilang’. “Selama ini kan saya kelihatan omzet banyak, duit banyak tapi uangnya enggak ada, ternyata tuyulnya kita sendiri. Ya karena uang diambil tidak dicatat, pembukuan usaha dan pribadi tercampur,” ujarnya.
Setelah mengikuti pelatihan di Balatkop, dia jadi tahu harus memisahkan antara uang pribadi sama usaha, termasuk aset. “Jadi kini bisa tahu pemetaan pasar, karena selama ini tak tahu,” katanya.
Meski usaha rumahan kue ultah yang dirintisnya dari nol kini perlahan membuahkan hasil, ia terus berupaya mengembangkannya dengan inovasi maupun kreativitas tampilan dalam penyajian kue ultah. Dia juga berharap apa yang dilakukannya bisa menumbuhkan semangat para wanita khususnya ibu-ibu dalam merintis usaha rumahan.
Senada juga dialami Oktaviany Wahyunita (32), warga Banyumanik Semarang. Ibu satu anak ini juga merasakan dampak positif setelah mengikuti pelatihan di Balatkop Jateng.
Sebelumnya ia harus jatuh bangun merintis usaha ayam oven rempah. Sempat terpuruk dihantam berbagai permasalahan dan pandemi, kini kembali bangkit secara perlahan.
Okta-panggilan akrabnya, berjualan ayam oven di sebuah supermarket di kawasan Karangrejo Banyumanik, Kota Semarang. Sebelumnya, dia sempat berhenti berjualan Ayam O (akronim nama Oktaviany), karena ayah kandung dan suaminya meninggal pada April 2023.
“Pada 17 April bapak saya meninggal. Sebelumnya sudah sakit-sakitan. Suami sakit bapak saya sakit. Jadi bolak-balik sama anak. Pada 21 April suami saya meninggal,” ungkap Okta. Dia mengungkapkan kondisi saat itu menjadi masa-masa terpuruk dalam menjalankan usahanya. Saat itu dia menghentikan sementara penjualan ayam oven.
“Setelah bapak meninggal, saya berhenti enggak jualan. Baru setelah 100 harinya, saya jualan lagi. Jadi saya mulai jualan pada bulan Agustus kemarin. Semenjak itu per hari minimal 5-10 ekor terjual. Untuk satu ekornya dijual Rp85.000,” sebutnya.
Usaha berjualan Ayam O yang dirintisnya dilalui penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Namun pengalaman bekerja di berbagai bidang seakan telah menempanya menghadapi masa-masa sulit. Okta menceritakan sebelum menekuni usaha ayam oven rempah, dirinya sempat bekerja sebagai penulis lepas, editor video hingga fotografer.
“Pada tahun 2008 saya pernah menjadi penulis lepas, koordinator liputan sebuah majalah. Kemudian tahun 2009 editor video wedding. Pada 2010 pernah bekerja di Dreamlight World Media Ungaran hingga tahun 2015,” ujar perempuan kelahiran 15 Oktober 1990 ini.
Dalam perjalanan waktu, dia sempat berhenti bekerja usai menikah dan mempunyai anak. Bahkan cobaan berat dialaminya ketika sang suami (almarhum) menjadi korban penipuan.
“Suami waktu itu di rumah sempat mengalami penipuan saham. Semua uang habis ludes. Kerugian uang pribadi (suami) Rp500 juta, kalau ditotal kerugian bersama keluarga sebesar Rp1,2 miliar,” kata Okta. Agar roda perekonomian terus berputar, Oktavia sempat berjualan nasi bungkus di pinggir jalan.
“Ketika itu (2017) saya berusaha jual nasi bungkus di pinggir jalan Rp5.000. Pada 2018, berusaha jualan nasi kucing (angkringan) tapi enggak jalan,” ujarnya. Okta yang sempat tinggal di rumah mertua pada 2017 memutuskan kontrak rumah pada tahun 2018. Namun pada 2019 dia pindah kontrak lagi di daerah Gedawang, Banyumanik, Semarang.
Nah, saat itu dia mulai merintis usaha ayam oven. Ketika itu baru 1-2 ekor terjual dalam sehari. “Saat itu (sebelum pandemi) pertengahan 2019 saya jual ayam oven ke tetangga sekitar maupun lewat online. Pada bulan puasa sempat ramai pesanan. Saya itu harganya Rp55.00 per ekor,” katanya.
“Sempat pernah ada orang pesan 55 ekor sehari, ketika diberikan uang cash, selesai belanja bahan baku uangnya (dompet) hilang, jadi cuma kerja bakti dapat uang 2,5 juta,” ungkapnya.
Pada tahun 2022 Oktavia kemudian mengikuti pelatihan yang diinisiasi Balai Pelatihan Koperasi (Balatkop) dan UKM Provinsi Jateng. “Waktu pelatihan di Salatiga, saya cuma ada uang Rp400.000. Oleh mentor disuruh beli ayam semua. Kemudian saya pulang. dalam 2 bulan saya bisa beli laptop seharga Rp2,5 juta,” ujarnya.
Dia mengungkapkan alasan dirinya memilih usaha ayam oven berawal karena memenuhi keinginan sang suami yang saat itu ingin menikmati rooster ayam. “Awalnya almarhum suami dulu kangen bikin rooster chicken, terus saya ngarang-ngarang masak kok enak, kemudian ditawarkan ke orang-orang juga suka, akhirnya sampai sekarang bikin ayam oven,” ungkapnya.
Kini, Okta telah memantapkan diri untuk menjalankan usaha pembuatan ayam oven rempah. Dengan modal hasil pelatihan di Balatkop UKM Jateng, dia mulai menata manajemen penjualan maupun pemasaran.
“Sebelumnya (ikut pelatihan di Balatkop) kan enggak tahu cara mengelola uang. Setelah ikut pelatihan sedikit-sedikit tahu manajemen,” ujar Okta. “Jadi kalau membuat bisnis itu tetap harus punya ilmunya. Karena usaha-usaha sebelumnya sebelum gagal, sebelum latihan enggak ada uang yang nyantol ,” ujarnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jateng Eddy Sulistiyo Bramiyanto mengatakan untuk membentuk pelaku usaha, pihaknya melakukan pendampingan dengan metode semi inkubasi selama 10 bulan.
“Dengan program berjenjang, selain dapat meningkatkan ekonomi pelaku usaha juga membantu dalam penyerapan tenaga kerja produktif,” kata Edddy.
Dia mengatakan bahwa pemerintah juga menyediakan gerai UMKM yang berada di bandara sebagai ruang pameran dan penjualan produk-produk UMKM dari semua sektor.
Data perkembangan peserta usaha sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan menunjukkan hasil yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Di tahun 2021 omzet peserta meningkat sebesar 124 persen.
Pada tahun 2022 omzet peserta meningkat 74 persen dan tahun 2023 omzet peserta mencapai peningkatan sebesar 85 persen. “Dengan ini UMKM naik kelas sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni