DPRD Jateng Sebut Ada 2 Klaster Kemiskinan di Jawa Tengah, Apa Saja?

SEMARANG, iNews.id – DPRD Jateng menaruh perhatian terhadap penanganan kemiskinan di Jawa Tengah. Kalangan legislatif menyebut ada dua klaster kemiskinan di Jateng.
Dewan meminta Pemprov Jateng agar membuat prioritas penanganan kemiskinan, mengingat jumlah warga atau wilayah yang masuk dalam kategori miskin ekstrem cukup banyak.
Menurut anggota Komisi E DPRD Jateng Mawahib, miskin yang dimaksud adalah miskin pendapatan atau miskin aset. Alasanya, kategori miskin di perkotaan berbeda dengan miskin di pedesaan.
Dia mengatakan, kemiskinan ekstrem itu diberikan pada warga atau rumah tangga dengan pendapatan per kapita di bawah Rp450.000 per bulan. Namun hal itu jika yang diukur adalah pendapatan dalam bentuk uang yang diperoleh tiap bulannya.
"Pernah diverifikasi, miskin di pedesaan. Rumah berlantai tanah tapi punya hewan ternak kerbau atau sapi banyak. Jadi miskin pendapatan atau aset," kata Mawahib dalam Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang bertajuk Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem, di Hotel Gets, Selasa (28/2/2023).
Mawahib menegaskan, kriteria kemiskinan tersebut harus diperjelas kembali agar kebijakan bantuan yang diberikan pemerintah nantinya bisa tepat sasaran.
"Aset tidak dihitung sebagai pendapatan harian, ada ternak dan sawah. Namun faktanya orang tersebut punya rumah yang tak layak. Sering tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah, apakah orang tersebut sah dapat bantuan bedah RTLH (Rumah Tak layak Huni)," ujarnya.
Di sisi lain, dia sepakat dengan pemerintah untuk fokus dalam penanganan kemiskinan ekstrem di Jateng saat ini. Apalagi Jateng juga merasakan dampak besar akibat Covid-19 yang menyerang semua sektor serta ancaman resesi ekonomi.
Sementara, Kepala Dinas Sosial Jateng Harso Susilo menyebutkan, saat ini ada 17 kabupaten di Jateng yang masuk kategori miskin ekstrem. Total, ada 632.337 jiwa yang akan menjadi sasaran pengentasan kemiskinan.
Jumlah warga Jateng yang menjadi sasaran pengentasan kemiskinan itu dirumuskan dari perubahan regulasi yang ada. Sebelumnya, kemiskinan menggunakan data dari kemensos. namun saat ini menggunakan pendataan dari BKKBN yakni data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE).
"Dalam P3KE, ada 4,8 juta di desil 1, kemudian 4,2 juta di desil 2 dan di desil III yang agak rentan (kemiskinan) ada 3,8 juta. Apakah semuanya disasar? Kami berupaya dan ketemulah prioritas penanganan 632.337 orang. Untuk miskin ekstrem ada di 17 kabupaten," sebutnya.
Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Dr Hardiwinoto mengatakan, kemiskinan ekstrem ini bisa diakibatkan karena warga yang tak lagi produktif dan pengangguran.
Meski demikian, dia mengingatkan angka kemiskinan ini bisa bergeser jika dilihat dari pendapatan masyarakat pedesaan yang tak melulu soal uang.
"Karena masyarakat di pedesaan, hari-harinya kadang hidup tak dengan rupiah tapi dengan alam sekitarnya. Hasil sawah, tegalan, sebagai petani penggarap. Miskin tapi masih bisa menghidupi keluarganya," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni